Rabu 26 Jul 2023 23:38 WIB

Perpusnas Terima Sertifikat Naskah Hikayat Aceh Sebagai Ingatan Kolektif Dunia

Selain naskah Hikayat Aceh, Memory of The World Indonesia juga kirim dua naskah lain

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerima sertifikat Memory of the World dari Unesco untuk naskah Hikayat Aceh yang telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World.
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerima sertifikat Memory of the World dari Unesco untuk naskah Hikayat Aceh yang telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerima sertifikat Memory of the World dari Unesco untuk naskah Hikayat Aceh yang telah ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World. Penetapan naskah kuno yang diusulkan oleh Perpusnas bersama Perpustakaan Universutas Leiden, Belanda, tersebut dilakukan pada 18 Mei Lalu.

“Bertepatan dengan hari ulang tahun yang ke-43 tahun ini, Perpusnas mendapatkan kado yang istimewa karena naskah Hikayat Aceh ditetapkan sebagai Memory of the World oleh Unesco. Tentu ini sebuah usaha yang tidak mudah karena harus melaksanakan joint nomination dengan Belanda,” ujar Syarif di Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Ia berharap dengan ditetapkannya naskah Hikayat Aceh sebagai warisan dunia, semakin banyak masyarakat yang mengetahui naskah yang lahir pada masa keemasan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-15 tersebut. Naskah tersebut, kata dia, bukan hanya menceritakan tentang kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

"Tapi juga tentang kemajuan ekonomi, politik, dan yang terpenting secara khusus membahas tentang perkembangan kemajuan peradaban Islam di Asia Tenggara pada saat itu,” kata dia.

Penyerahan sertifikat penetapan Memory of the World dilakukan Plt Kepala ANRI yang juga Ketua Komite Nasional Memory of the World Indonesia Imam Gunarto kepada Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan Sekolah/Madrasah dan Perguruan Tinggi Perpusnas Nurcahyono. Imam mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dan berkomitmen melestarikan warisan dokumenter Indonesia.

Menurut dia, keberhasilan Indonesia mendapatkan pengakuan atas dokumen sejarah di mata dunia harus dapat menyadarkan berbagai pihak untuk melestarikan dan membuka akses terhadap warisan dokumenter tersebut untuk masyarakat.

“Warisan dokumenter adalah jendela dan lorong waktu ke masa lalu untuk menjalani masa kini dan untuk merancang masa depa serta khasanah pengetahuan informasi, cerita, dan pengalaman yang mencerminkan perjalanan peradaban bangsa,” terang dia.

Selain naskah Hikayat Aceh, Komite Nasional Memory of the World Indonesia yang bertanggung jawab mengkoordinasikan dan mengawasi implementasi program Unesco Memory of the World di Indonesia, mengajukan dua naskah yang juga berhasil mendapat pengakuan.

Dua naskah tersebut adalah arsip pidato Presiden Sukarno pada Sidang Majelis Umum PBB tahun 1960 berjudul “To Build the World Anew” dan arsip Dokumentasi Pertemuan Pertama Gerakan Non Blok.

Tiga warisan dokumenter Indonesia ditetapkan sebagai Memory of the World dalam Sidang ke-216 Dewan Eksekutif Unesco di Paris, Prancis, yang berlangsung pada 10—24 Mei 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement