REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Sentral Amerika (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen menjadi 5,25-5,5 persen. Setelah kenaikan ke-11 kalinya itu dalam 12 pertemuan terakhir, Ketua The Fed Jerome Powell mengungkapkan masih akan terbuka mengenai peluang kenaikan suku bunga lanjutan pada pertemuan September 2023.
Hal itu akan dipilih meskipun saat ini masih berlanjutnya perlambatan inflasi. “Komite akan terus menilai informasi tambahan dan implikasinya terhadap kebijakan moneter," kata Fed dikutip Reuters, Kamis (27/7/2023).
Dalam konferensi pers setelah kebijakan terbaru the Fed, Powell mengatakan bank sentral sangat memperhatikan totalitas data yang masuk. Khususnya dalam mempelajari tanda-tanda bahwa ekonomi sedang menuju periode di bawah tren atau pertumbuhan yang menurutnya diperlukan agar inflasi turun.
AS mencatat saat ini inflasi telah mereda. Hal itu terlihat dari biaya yang tidak terlalu besar bagi pasar tenaga kerja, di mana tingkat pengangguran tetap rendah pada 3,6 persen. Pertumbuhan ekonomi tetap di atas tingkat tren yang diperkirakan Fed sebesar 1,8 persen.
Powell mengakui inflasi yang sudah turun merupakan l perkembangan positif. Hanya saja ketika The Fed memasuki periode sulit dalam melawan inflasi, perlu diimbangi dengan kebutuhan untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut terhadap risiko terlalu jauh.
"Kita akan dapat mencapai inflasi kembali ke target kita tanpa penurunan yang sangat signifikan yang mengakibatkan tingkat kehilangan pekerjaan yang tinggi," ungkap Powell.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan berdasarkan asesmen yang dilakukan BI, The Fed pada Juli 2023 masih akan menaikkan suku bunga acuannya hingga 25 basis poin (bps). Tak hanya itu, Perry menuturkan potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed juga masih akan berlangsung pada September 2023 sebanyak 25 bps lagi.
“Sehingga FFR akan menjadi 5,75 persen pada September 2023,” tutur Perry.
Setelah itu, Perry memperkirakan The Fed tidak akan seagresif sebelumnya dalam menaikkan suku bunga acuan. Setidaknya, kata Perry, naik turunnya FFR setelah Juli dan September 2023 mulai berkurang.
BI mengungkapkan, perkembangan ekonomi global dapat mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif. Selain itu juga meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global.