REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Badan Keamanan Nasional Swedia atau dikenal dengan nama SAPO memperingatkan bahwa situasi keamanan Swedia telah memburuk akibat aksi pembakaran Alquran.
"Citra Swedia telah berubah. Kami telah berubah dari negara yang dianggap sebagai negara yang toleran menjadi negara yang anti-Muslim - begitulah cara kami dipandang ... terutama oleh negara-negara Muslim di dunia," kata Susanna Trehorning, seorang pejabat senior di SAPO, kepada lembaga penyiaran pemerintah Swedia, SVT.
Menurut SAPO, risiko itu memicu ancaman terhadap Swedia, khususnya dari individu-individu dalam lingkungan Islamis yang “keras”. SAPO menambahkan bahwa saat ini risiko terorisme di Swedia berada pada tingkat yang lebih tinggi, yakni di angkat tiga dari skala lima poin.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Swedia Tobias Billstrom mengatakan saat ini pemerintahan negaranya sedang mencoba merevisi undang-undang guna mencegah berulangnya aksi penistaan terhadap Alquran. Hal itu disampaikan ketika Billstrom melakukan percakapan via telepon dengan Menlu Aljazair Ahmed Attaf, Selasa (25/7/2023) lalu.
Dalam pembicaraannya, Billstrom menjelaskan kepada Attaf tentang konstitusi Swedia yang membatasi kemampuan pemerintah untuk mencegah atau menindak aksi pembakaran Alquran di negaranya. Kendati demikian, Billstrom menekankan, Swedia sangat menyesalkan kejadian tersebut.
“Kami bekerja untuk memastikan bahwa sikap penghinaan terhadap Alquran tidak terulang kembali,” katanya, dikutip Anadolu Agency.
Billstrom juga memberi pengarahan kepada Attaf tentang inisiatif yang diambil oleh Kementerian Kehakiman Swedia untuk mengkaji kemungkinan mengadopsi undang-undang tentang menjaga ketertiban umum guna mengatasi aksi penodaan atau penistaan kitab suci, termasuk Alquran. Pada Selasa lalu, partai oposisi sayap kiri Swedia, Sosial Demokrat, telah menuntut Pemerintah Swedia menggelar pertemuan parlemen darurat untuk membahas aksi pembakaran Alquran beserta protes luas yang menyertainya.
Pemerintah Swedia didesak segera tangani krisis ...