Kamis 27 Jul 2023 14:06 WIB

PSLH UGM Nilai TPS Sementara Cangkringan akan Timbulkan Masalah Baru, Apa Alasannya?

Pemerintah juga diharapkan bersikap tegas dengan memberikan sanksi kepada pihak yang

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Alat berat meratakan tumpukan sampah pembuangan terakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Senin (24/7/2023). Pemerintah Daerah (Pemda) Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta menutup operasional TPA Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September karena zona pembuangan sampah penuh dan melebihi kapasitas. Sedangkan tampungan sampah yang baru masih dikerjakan hingga awal Oktober mendatang. Sehingga untuk pengelolaan sampah untuk sementara akan dikembalikan kepada kabupaten/ kota masing-masing.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Alat berat meratakan tumpukan sampah pembuangan terakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Senin (24/7/2023). Pemerintah Daerah (Pemda) Yogyakarta dan Pemkot Yogyakarta menutup operasional TPA Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September karena zona pembuangan sampah penuh dan melebihi kapasitas. Sedangkan tampungan sampah yang baru masih dikerjakan hingga awal Oktober mendatang. Sehingga untuk pengelolaan sampah untuk sementara akan dikembalikan kepada kabupaten/ kota masing-masing.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM, Mohammad Pramono Hadi, menyoroti soal rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman membuat tempat pembuangan sampah sementara di Cangkringan, Sleman. Menurut dia, hal tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru dikarenakan di sana merupakan daerah resapan sehingga akan mengakibatkan kacaunya air tanah. 

"Hal yang harus kita sadari adalah mengenalkan dulu jenis-jenis sampah kepada masyarakat dan dilakukan dengan membuat perda yang di sana akan diatur serta saya mengusulkan konsep sampah berbayar," kata Pramono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).

Baca Juga

Ia menuturkan, konsep dari sampah berbayar ini adalah jika seseorang atau keluarga ingin membuang sampah dengan membayar sedikit, harus mengelola sampahnya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pemilahan sampah secara mandiri. 

Ia menjelaskan, jika mempunyai sampah dari bahan organik dapat dikelola sendiri dengan dijadikan kompos, kemudian sampah dari kertas disisihkan sendiri serta sampah plastik juga disisihkan sendiri yang nantinya akan ada pihak ketiga yang akan mengambil. Harapannya nanti yang diambil adalah residunya saja sehingga menjadi lebih sedikit. 

Namun, ia memastikan akan ada masyarakat yang mampu membayar lebih banyak karena tidak sempat mengelola sampahnya sendiri. Apabila proses 3R (reduce, reuse, recycle) pada sampah dilakukan dan diperketat, masyarakat akan berhemat. Misalnya, sampah-sampah sisa makanan di suatu daerah tertentu akan dikumpulkan untuk bahan makan maggot.

Pemerintah juga diharapkan bersikap tegas dengan memberikan sanksi kepada pihak yang membuang sampah sembarangan. Bukan hanya teguran, melainkan juga menjadi tindak pidana ringan yang bisa diadukan.

Pramono menilai metode sampah berbayar adalah solusi untuk masalah hulu yaitu pada masyarakat. Kemudian harus ada teknologi untuk pengelolaan sampah di TPA Piyungan. Pramono mengungkapkan bahwa sampah jika diproses dengan kadar air kurang dari 20 persen, akan mengandung kalori untuk bahan bakar. 

Ia mengatakan teknologi ini dapat diterapkan agar sampah yang terkumpul sebanyak 600 ton perhari di TPA Piyungan dapat dikelola dengan dicacah, dikompres dan diangin-anginkan kemudian dikemas untuk menjadi rdf atau bahan bakar. Plastik memiliki kalori untuk menggantikan fungsi batu bara pada prosesnya. 

Ia menambahkan, sampah yang ada di TPA Piyungan bisa ditambang secara sedikit demi sedikit kemudian dipilah dan diolah satunya menjadi pupuk dan satunya menjadi bahan bakar. Maka hal ini akan bisa memfungsikan lagi luas TPA Piyungan. 

"Proses secara mekanistik dari sampah siap menjadi bahan bakar dihitung membutuhkan biaya berapa sehingga nanti dapat ditentukan ongkos sampah berbayarnya menjadi berapa, hal ini harus terintegrasi dengan pemerintah yang dilindungi dengan Perda yang kuat," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement