REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai, terkait kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral AS the Federal Reserve, Indonesia masih dalam posisi yang lebih baik. Ia mengatakan, Bank Indonesia tidak perlu ikut ikutan menaikkan suku bunga acuan karena tingkat inflasi dan dampak yang belum terlalu signifikan.
"Faktor inflasi di Indonesia berbeda dengan di luar. Inflasi Indonesia tercatat sangat rendah. Jadi, tidak ada alasan untuk BI ikut menaikkan suku bunga acuan," ujar Faisal kepada Republika.co.id, Kamis (27/7/2023).
Faisal mengatakan, saat ini inflasi Indonesia diperkirakan tidak sampai 3 persen. Inflasi diprediksi masih terjaga dengan baik di angka 2,5 persen.
Melihat faktor tersebut, Faisal menilai BI juga akan cenderung bertahan dalam suku bunga. Arah kebijakan The Fed dalam menaikan suku bunga memang besar, tapi lebih lambat dibandingkan catatan dan tidak lebih agresif dibandingkan tahun lalu.
"Sehingga menurut saya, BI juga akan cenderung bertahan," kata Faisal.
Sebelumnya, the Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen menjadi 5,25-5,5 persen. Setelah kenaikan ke-11 kalinya itu dalam 12 pertemuan terakhir, Gubernur The Fed Jerome Powell mengungkapkan masih akan terbuka mengenai peluang kenaikan suku bunga lanjutan pada pertemuan September 2023.
Hal itu akan dipilih meskipun saat ini masih berlanjutnya perlambatan inflasi. “Komite akan terus menilai informasi tambahan dan implikasinya terhadap kebijakan moneter," kata Powell.