REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Basarnas, Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Saat ini proses hukumnya sedang ditangani oleh Puspom TNI.
"Puspom TNI yang menangani, sedang diproses," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono saat dikonfirmasi, Kamis (27/7/2023).
Julius mengatakan, selain Henri, Puspom TNI juga tengah melakukan penyidikan terhadap Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Bahkan, dia menyebut, pihaknya telah menahan Afri. "Sudah ditahan letkolnya," ujar Julius.
Adapun Letkol Afri juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Selasa (25/7/2023).
Selain itu, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya sebagai pemberi suap, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA). Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, penetapan status tersangka itu dilakukan setelah pihaknya mengantongi bukti yang cukup.
Dalam kasus ini, Henri diduga mendapat fee 10 persen dari berbagai proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Dia mengantongi uang suap hingga mencapai Rp 88,3 miliar.
Henri menentukan langsung besaran fee tersebut. Uang yang diserahkan disebut sebagai dana komando atau dako.
Rinciannya, Mulsunadi memerintahkan Marilya menyerahkan duit sebesar Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap. Sedangkan dari Roni menyerahkan Rp 4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.
“Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
Uang suap itu diserahkan kepada Henri melalui orang kepercayaannya, yakni Afri. KPK dan Puspom TNI pun masih akan mendalami dugaan adanya pemberi suap lainnya.