Kamis 27 Jul 2023 19:26 WIB

Hutan Kota Cawang tak Mudah Diubah Jadi Taman Kota, Ini Sebabnya

Sudin Pertamanan sebut tidak mudah ubah Hutan Kota Cawang jadi taman kota.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.
Foto: Republika/Eva Rianti
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Warga sekitar Hutan Kota Cawang yang berlokasi di Jalan Perindustrian, Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur mengusulkan agar hutan kota itu diubah peruntukannya menjadi taman kota sebagai upaya antisipasi kembalinya menjadi titik berkumpulnya kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Menanggapi hal itu, Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur menyampaikan hal itu tidak bisa dengan mudah dilakukan. Ketua Seksi Taman Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur Yanti Rosanna menjelaskan, untuk menjadikan Hutan Kota Cawang menjadi taman kota butuh waktu dan proses yang panjang.

Baca Juga

Diantaranya lantaran hutan kota tersebut bukan merupakan aset Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta, melainkan milik swasta yang peruntukannya lebih kepada fungsi sebagai ‘paru-paru’ Jakarta.

“Hutan kota itu bukan aset dari Pemda, itu masih (milik) Jasa Marga. Nah, kita hanya kebagian tugas dalam pemeliharannya saja. Peruntukannya memang untuk hutan,” kata Yanti saat dihubungi Republika, Kamis (27/7/2023).

Dia mengatakan, hutan kota dan taman kota memang berbeda. Hutan kota lebih menenkankan pada suplai oksigen. Sementara itu, taman kota peruntukannya lebih kepada penggunaan oleh masyarakat.

“Kalau diubah jadi taman kota, berarti pohon dan lain sebagainya akan jadi nomor dua, tetapi kalau hutan kota berarti pohon dan elemen hutan itu menjadi nomor satu, sebagai paru-pari kota. Tapi memang lokasi itu disalahgunakan oleh orang-orang tertentu, tetapi bukan berarti itu kesalahan dari hutan itu,” tutur dia.

Lebih lanjut, Yanti mengatakan bahwa perlu dilakukan kajian yang tidak singkat untuk bisa menganalisis mana yang lebih penting antara hutan kota dan taman kota di titik tersebut. Namun, dia menyebut belum ada perencanaan untuk melakukan kajian itu. Selain itu juga kaitannya dengan perubahan aset dulu.

“Proses ke taman kota butuh waktu yang lama dan kajian untuk perubahan peruntukan dari hutan kota ke taman kota. Kemudian, soal aset pun akan melakukan perubahan aset terlebih dahulu dari Jasa Marga ke kita. Nah Jasa Marga ini kan bukan Pemda DKI, saya enggak tahu seperti apa pengalihan lahannya apakah dia berkenan atau tidak,” ujar dia.

Sebelumnya diketahui, Hutan Kota Cawang menjadi sorotan publik karena dikenal sebagai ‘sarang’ berkumpulnya kaum LGBT. Warga setempat berpendapat agar hutan kota tersebut diubah peruntukannya menjadi taman kota untuk mengantisipasi kembali terjadinya perkumpulan kaum LGBT.

“Harusnya ini dibikin jadi taman kota saja, bukan hutan kota,” kata salah satu warga, Agus Saini (42 tahun) saat ditemui Republika di kawasan Hutan Kota Cawang, Selasa (25/7/2023) malam.

Agus mengungkapkan, jika didesain menjadi taman kota, nantinya kondisi fasilitasnya diantaranya meliputi arena olahraga hingga sarana tempat bermain anak (playground). Serta yang terpenting adalah dilengkapi dengan penerangan yang memadai selayaknya taman. Bukan hutan kota yang seperti sekarang dengan kondisi begitu gelap.

“Taman Kota kan ada buat pejalan kaki, mereka buat olahraga, terus dikasih lampu-lampu taman, kayak semacam Taman Menteng lah, itu kan bagus. Kalau begini (hutan kota) kan hutan-hutan saja, ya memang paru-paru Jakarta, tapi kalau dimanfaatkan dengan tidak baik kan hal seperti ini akan sering terjadi terus,” tutur dia.

Agus yang merupakan warga yang bertempat tinggal tak jauh dari Hutan Kota UKI Cawang mengaku di wilayahnya belum ada taman. Sehingga diharapkan hutan kota itu bisa diganti peruntukannya menjadi taman dan dimanfaatkan untuk masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan positif.

“Jadi menurut saya peruntukannya berpengaruh sama penggunaannya. Bisa didesain lah sedemikian rupa. Tapi tetap penghijauan ada, ada pohon besar yang enggak ditebang. Jadi di sini jadi titik temu orang banyak,” ujar pria yang berprofesi sebagai tukang ojek tersebut.

Senada, warga lainnya, Fauzi (38 tahun) juga mengungkapkan agar hutan kota bisa diubah peruntukannya menjadi taman kota. Pasalnya, jika hutan kota terus seperti saat ini gelap dan dianggap strategis untuk perkumpulan LGBT, kondisi itu sulit berubah.

Menurut Fauzi, jika diubah menjadi taman kota, kawasan itu bisa menarik perhatian warga untuk melakukan berbagai aktivitas, terutama berolahraga atau sekedar menikmati alam.

Hal itu lambat laun akan menghilangkan dengan sendirinya kalangan LGBT yang kerap menjadikan hutan kota sebagai lokasi yang nyaman untuk berkumpul selama ini.

“Malam pun kalau terang (setelah jadi taman kota), enggak mungkin ada perkumpulan kaum itu,” tutur dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement