REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Uli Arta Siagian mengatakan kawasan ekosistem mangrove yang terjaga dengan baik dapat meminimalisir dampak bencana dan kerentanan suatu wilayah. Di pesisir, mangrove juga berperan sebagai Green Belt atau sabuk hijau yang bisa meminimalisir erosi atau turunnya muka air tanah.
“Misalnya banjir atau air laut meluap ekosistem mangrove ini berfungsi untuk menahan laju air, sehingga kemudian keberadaannya dan tutupannya yang baik akan sangat mempengaruhi keselamatan dan mengurangi kerentanan di suatu wilayah," ucap Uli saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis (26/7/2023).
Uli memberi contoh ekosistem mangrove yang ada di kota Palu, Sulawesi Tengah. Saat terjadi gempa dan tsunami, air laut tertahan magrove hingga dampak kerusakan menjadi minimal.
Selain berfungsi sebagai mitigasi bencana, ekosistem mangrove yang baik, menurut Uli, juga berperan untuk menyerap karbondioksida yang dilepas melalui kawasan-kawasan industri. Namun, jika kawasan mangrove rusak, maka pelepasan karbon dioksida yang dihasilkannya akan lebih besar dibandingkan dengan dampak yang sama dari kerusakan hutan.
“Jadi perbandingan ekosistem mangrove dan hutan ketika dia (mangrove) hilang maka karbon yang dilepaskan itu akan lebih besar dan beberapa kali lipat di kawasan mangrove ketimbang di hutan,” kata Uli.
Uli menyayangkan saat ini banyak ekosistem mangrove yang terancam dengan perizinan pertambangan di area ekosistem. Selain pertambangan, alih fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan sawit dan kawasan pariwisata juga menjadi ancaman lainnya dalam keberlangsungan kehidupan mangrove.