Jumat 28 Jul 2023 20:42 WIB

Penampilan Seni Budaya Xinjiang Sukses Pukau Warga Bandung

Republika berupaya memperkenalkan budaya kelompok minoritas di China

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rombongan Muqam dari Teater Seni Xinjiang menampilkan pertunjukan akrobatik bola kristal pada Festival Hijriah di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/7/2023). Republika bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok menggelar Festival Hijriah untuk menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1445 Hijriah. Festival yang diagendakan berlangsung dari 19 Juli hingga 10 Agustus di sembilan kota tersebut menampilkan tausiyah, pertunjukan budaya asli Muslim XInjiang dan bazar UMKM.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Rombongan Muqam dari Teater Seni Xinjiang menampilkan pertunjukan akrobatik bola kristal pada Festival Hijriah di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/7/2023). Republika bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok menggelar Festival Hijriah untuk menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1445 Hijriah. Festival yang diagendakan berlangsung dari 19 Juli hingga 10 Agustus di sembilan kota tersebut menampilkan tausiyah, pertunjukan budaya asli Muslim XInjiang dan bazar UMKM.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perhelatan Festival Hijriah Republika di kota keempat telah sukses terlaksana, Kamis (27/7/2023) kemarin. Tak jauh berbeda dengan perhelatan di kota-kota sebelumnya, Festival Hijriah di Kota Bandung juga dimeriahkan dengan penampilan parade seni dan budaya dari Muslim Xinjiang oleh kelompok seni Art Troupe Performance.

Penampilan pertama dibuka dengan tarian energik yang diiringi dengan alunan musik riang. Perpaduan nada yang didominasi dengan dentuman rebana atau gendang berbentuk bundar dan pipih sukses membangkitkan antusias para penonton. 

Tarian yang menggambarkan kegembiraan juga disajikan di penampilan kedua. Tarian yang melambangkan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah di tanah Xinjiang ini juga berhasil menghibur penonton dengan alunan musik dan gemulainya tarian para penari. 

Pertunjukan dilanjutkan dengan nyanyian merdu yang menggambarkan keindahan alam Xinjiang. Penyanyi berhasil membawakan nada-nada tinggi dengan indah. Lengkingan merdu sang penyanyi, diiringi iringan lagu dengan tempo lambat juga melahirkan harmoni yang memanjakan telinga. 

Berbeda dengan penampilan sebelumnya, kali ini penonton disajikan sebuah drama musikal yang menceritakan kisah asmara sepasang kekasih yang bertajuk bulan purnama. Drama ini dipenuhi dengan tarian yang energik sekaligus gemulai yang dipercantik dengan latar belakang bulan purnama. Melalui tariannya, para penari mencoba mengajak penonton untuk bersama mengangumi keindahan sang purnama. 

Selanjutnya, penonton diajak untuk bernyanyi bersama diiringi alunan lagu yang akrab di telinga. Siapa yang menyangka ternyata Xinjiang juga memiliki lagu yang sama persis dengan lagu 'Ayo Mama' asal Maluku Indonesia. 

Salah satu penampilan yang paling berkesan adalah penampilan sekelompok penari akrobatik. Penari yang terdiri dari tiga wanita ini mampu memukau penonton dengan elastisitas gerakan tubuh mereka. Gerakan demi gerakan ektrem yang ditampilkan berhasil membuat penonton menganga takjub sekaligus bergelidik ngeri.

Deretan penampilan diakhiri dengan manis oleh nyanyian indah lagu Bengawan Solo yang mampu dilantunkan dengan apik oleh sang penyanyi. Penampilan ciamik ini membuktikan bahwa perbedaan bahasa tidak menjadi penghalang bagi para pegiat seni dan budaya asal Xinjiang untuk memukau para penonton. 

Wakil Pemimpin Redaksi Republika Nur Hasan Murtiaji, didampingi Kepala Perwakilan Republika Jawa Barat Sandy Ferdiana, menjelaskan, alasan utama Republika memboyong pegiat seni budaya Muslim Xinjiang ini agar warga Indonesia dapat mengetahui dan mengenali kesenian dan kebudayaan salah satu kelompok minoritas di wilayah barat laut China ini. 

"Kami ingin mengenalkan masyarakat bahwa di Tiongkok ada provinsi mayoritas muslim yang kaya akan seni dan kebudayaan Islam, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim," kata Hasan. 

"Karena selama ini mungkin hubungan Indonesia-China lebih ke perdagangan atau ekonomi dan padahal masih ada sisi seni dan budaya yang menarik untuk dikulik," imbuh Hasan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement