REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren atau frekuensi balon udara tradisional pengganggu penerbangan domestik di Tanah Air pada beberapa tahun terakhir menurun karena publik makin memahami bahaya jika balon udara dilepas liar.
"Belakangan ini frekuensinya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun," kata Sekretaris Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (Perum LPPNPI) atau AirNav Indonesia Hermana Soegijantoro.
Menurut Hermana, hal itu terjadi karena masyarakat sudah semakin mengerti dan memahami tentang bahaya yang dapat terjadi akibat pelepasan balon udara secara liar. Ia memberikan contoh, sepanjang 2017 hingga pertengahan 2023, perusahaannya menerima sedikitnya 385 laporan pilot perihal gangguan balon udara di jalur penerbangan Jakarta–Surabaya dan sebaliknya.
Salah satu laporan pilot menyebutkan, secara visual pilot melihat balon udara melayang pada ketinggian 35 ribu kaki atau sekitar 10,6 kilometer di atas permukaan laut dan terus naik. "Tidak hanya satu balon yang terdeteksi, namun puluhan balon terlihat jelas di ruang udara pada rute penerbangan berkode navigasi W45 ini dan salah satu rute domestik tersibuk di dunia," kata Hermana.