Ahad 30 Jul 2023 22:38 WIB

Sekjen MUI Apresiasi Resolusi PBB Kecam Kekerasan pada Alquran

Pembakaran Alquran menunjukkan buruknya Islamofobia.

Demonstran mengangkat tangan dan mengangkat Alquran saat mereka menghadiri protes menentang pembakarannya di Swedia.
Foto: EPA/ SHAHZAIB AKBER
Demonstran mengangkat tangan dan mengangkat Alquran saat mereka menghadiri protes menentang pembakarannya di Swedia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Sekretaris Jenderal MUI Dr Amirsyah Tambunan mengapresiasi sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 25 Juli 2023 resmi mengadopsi resolusi PBB yang mengecam semua tindakan kekerasan terhadap kitab suci.  

Menurut Amirsyah, hal ini secara nyata melanggar Hukum Internasional terhadap maraknya pembakaran dan penodaan Alquran di negara-negara Eropa, termasuk pembakaran Alquran baru-baru ini terjadi di depan sebuah masjid di Swedia.  

Baca Juga

"Hal ini jelas telah melukai hati umat beragama dan memicu kemarahan di dunia internasional," kata dia dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, di Jakarta, Ahad (30/7/2023).  

Dia mengungkapkan, untuk itu mendukung Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang telah sepakat mengadopsi resolusi yang disusun oleh Maroko melalui konsensus yang menjadi kesepakatan bersama untuk menolak berbagai macam tindakan kekerasan dan penodaan agama.  

"Oleh karena itu, mendesak OKI dan Para pemimpin dan Muslim di dunia secara pro aktif mendorong agar terus memperkuat literasi, edukasi dan sosialisasi guna pencegahan penodaan agama. Dan meminta semua pihak tidak terprovokasi melakukan tidakan kekerasan," ucap Amirsyah. 

Amirsyah melanjutkan, berbagai data dan analisis lembaga riset Pew Research Center pada 2014, sekitar 26 persen atau seperempat negara di dunia memiliki hukum anti-penistaan agama, satu dari 10 negara di dunia terdapat 13 persen memiliki hukum yang melarang kemurtadan dan penyesatan umat beragama.

Sementara itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) memutuskan untuk mengadakan pertemuan virtual darurat untuk Dewan Menteri Luar Negeri Negara Anggota (CFM) pada 31 Juli mendatang. 

Pertemuan ini digelar untuk mempertimbangkan langkah-langkah terhadap penodaan Alquran yang terjadi berulang di Swedia dan Denmark.

"Sesi ini diadakan atas permintaan Arab Saudi, Ketua KTT Islam ke-14, dan Republik Irak," kata OKI dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir laman The News, Sabtu (29/7/2023). 

Pertemuan mendesak para menteri itu diadakan sebagai tanggapan atas pernyataan akhir yang dikeluarkan oleh Komite Eksekutif OKI setelah pertemuan luar biasa yang diadakan di Sekretariat Jenderal OKI di Jeddah Arab Saudi pada 2 Juli lalu. 

"Pertemuan tersebut diadakan mengingat konsultasi Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha dengan negara-negara anggota mengenai penerapan pernyataan akhir yang dikeluarkan oleh Komite Eksekutif," demikian bunyi pernyataan OKI. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement