REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesatnya perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kadang membuat masyarakat kesulitan membedakan mana realita dan produk digital. Sering kali seseorang tidak sadar bahwa aktivitas digital yang tampak biasa saja, ternyata bisa berdampak buruk jika pemanfaatan teknologi tidak dilengkapi kecakapan digital.
Risiko tersebut jelas menjadi rentan bagi anak-anak. Menurut salah seorang fasilitator yang mewakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Ciput Eka Purwianti, orang tua harusnya tidak kalah dengan orang-orang jahat dalam pemanfaatan AI.
Jika lebih cakap digital, sambung dia, AI dapat bermanfaat jauh lebih baik untuk pendidikan anak. Hal itu lantaran keberadaan AI untuk anak dapat mempermudah mereka untuk belajar sesuatu.
"AI dapat mengenali metode belajar anak yang paling mudah, seperti apa berdasarkan algoritma anak. AI dapat membantu menganalisis dan mendeteksi perilaku berbahaya dan konten-konten tak pantas untuk anak sehingga kita bisa melindungi anak dari risiko buruk di ranah daring," kata Ciput dalam diskusi daring bertema 'Keamanan Anak Dalam Dunia AI' di Jakarta pada Sabtu (29/7/2023).
Menurut Ciput, kepolosan anak bisa saja dimanfaatkan orang-orang tak bertanggung jawab untuk menggunakan data indentitas pribadi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Karena itu, pentingnya literasi digital agar masyarakat lebih paham dan berhati-hati dengan potensi kejahatan yang melibatkan AI.
Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kaku menerangkan, hidup berdampingan dengan AI merupakan keniscayaan. Untuk itu, sebagai pewaris bangsa dan perkebangan teknologi, kata dia, anak-anak harus lebih dibangun pengetahuan serta mental dalam berkehidupan digital.
Terkait ancaman kejahatan yang menghantui anak-anak, AI sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menangkis risiko tersebut. "Akan lebih bagus lagi kalau anak-anak belajar AI sejak dini karena yang akan menjalankan hidup dengan perkembangan AI nantinya adalah mereka," ujar Ndoro.