REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti di Inggris mempelajari kebutuhan tidur anak-anak dan kaitannya dengan fungsi kognitif. Gagasan mengenai topik itu muncul setelah ada anggapan bahwa sebagian anak tidak tidur siang sebanyak waktu yang seharusnya dibutuhkan.
Dikutip dari laman Oxford Mail, Senin (31/7/2023), studi melibatkan tim ilmuwan dari Universitas Oxford, Universitas Oxford Brookes, dan University of East Anglia di Inggris. Temuan penelitian sudah diterbitkan dalam jurnal JCPP Advances.
Peneliti utama studi, Teodora Gliga, dari University of East Anglia di Norwich, Inggris, mengatakan bahwa banyak orang tua yang mencemaskan jam tidur anak. Ayah dan ibu khawatir anak-anak mereka tidak tidur siang sebanyak yang seharusnya untuk usia mereka, atau malah justru tidur siang terlalu lama dan terlalu sering.
Kecemasan itu semakin meningkat pada periode lockdown selama pandemi Covid-19. Selain itu, bayi dan balita yang dititipkan oleh orang tuanya ke tempat penitipan anak alias daycare juga tidak bisa selalu terpantau jam tidurnya secara konsisten.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa seberapa sering seorang anak tidur siang mencerminkan kebutuhan kognitif masing-masing anak. Apa yang kami temukan adalah bahwa struktur tidur siang merupakan indikator perkembangan kognitif," kata Gliga.
Bayi atau balita dengan waktu tidur siang yang lebih sering tetapi lebih pendek dari yang diharapkan untuk usia mereka memiliki kosa kata yang lebih sedikit, juga fungsi kognitif yang lebih buruk. Hasil itu jika dibandingkan dengan anak dengan rentang usia sama.
Namun, para ilmuwan tidak mengatakan bahwa orang tua harus mengurangi jam tidur siang pada anak-anak dengan kemampuan berpikir yang buruk. Sebab, itu juga tidak akan meningkatkan perkembangan otak. Anak-anak harus dibiarkan tidur siang sesering dan selama yang mereka butuhkan, sebab otak anak melakukan konsolidasi informasi saat tidur.