Senin 31 Jul 2023 16:00 WIB

Anggota Komisi I DPR: KPK Sah-Sah Saja Tangkap Tangan Anggota Aktif TNI

"Lalu setelah penangkapan, harus langsung diserahkan ke POM TNI," ujar TB Hasanuddin.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) dan Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan konferensi pers terkait OTT kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). Pada OTT tersebut KPK menahan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021/2023 dengan barang bukti berupa uang senilai Rp 999,7 juta. Selain itu KPK juga menetapkan Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi, Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dan Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan sebagai tersangka.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) dan Juru Bicara KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan konferensi pers terkait OTT kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021-2023 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023). Pada OTT tersebut KPK menahan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021/2023 dengan barang bukti berupa uang senilai Rp 999,7 juta. Selain itu KPK juga menetapkan Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi, Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dan Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan sebagai tersangka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota TNI aktif sah. Namun setelah itu, proses hukumnya harus dilakukan oleh Pusat Polisi Militer (POM) TNI.

"Jadi dalam kasus KPK yang melakukan OTT terhadap anggota TNI aktif ya sah-sah saja dengan catatan penangkapan tersebut dilakukan secara spontan tanpa perencanaan. Lalu setelah penangkapan, harus langsung diserahkan ke POM TNI," ujar TB Hasanuddin lewat keterangannya, Senin (31/7/2023).

Baca Juga

Misalnya, bila dalam proses OTT tersebut membutuhkan waktu untuk penyelidikan terlebih dahulu, maka perlu melakukan koordinasi dan melibatkan POM TNI. Sebab, proses hukum selanjutnya seperti pengembangan kasus dan juga penetapan tersangka anggota TNI aktif harus dilakukan oleh POM TNI.

Hasanuddin melanjutkan, sesuai undang-undang, terdapat empat jenis pengadilan di Indonesia, yakni pengadilan umum, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan agama. Adapun pengadilan umum tidak bisa mengadili anggota TNI aktif.

TNI memiliki ketentuannya sendiri dalam memproses hukum anggotanya. Terutama dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, yang mengatur penanganan kasus dan penindakan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI aktif.

"Pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, peradilan militer masih berwenang mengadili anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum," ujar TB Hasanuddin.

"Kondisi ini dikuatkan oleh Pasal 74 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yaitu selama Undang-Undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk, maka tetap tunduk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," sambungnya.

Kendati demikian, ia mendukung proses hukum yang melibatkan oknum anggota TNI aktif harus dilakukan secara transparan dan terang benderang. "Proses hukum harus dilanjutkan dan dilakukan secara transparan dan dibuka ke publik," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement