REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal menegaskan bahwa pihaknya akan menggelar acara long march dari Bandung ke Jakarta pada 2-9 Agustus 2023 mendatang. Hal itu sebagai bentuk protes mengenai sejumlah kebijakan pemerintah, di antaranya tuntutan penghapusan presidential threshold 20 persen pada Pemilu 2024.
Said menjelaskan, long march tersebut merupakan follow up dari kegiatan focus group discussion (FGD) bertajuk "Penolakan Terhadap Presidential Threshold" pada Senin (31/7/2023).
Dalam FGD tersebut, hadir sejumlah tokoh dan ahli tata negara. Di antaranya, mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Gus Dur, Rizal Ramli, ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia Refly Harun, peneliti utama politik BRIN Siti Zuhro, akademisi dan peneliti hukum tata negara sekaligus pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti, serta Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.
Para narasumber dalam FGD tersebut sejalan dengan pandangan Partai Buruh. Hal itu membuat Said semakin yakin untuk berhasil dalam upaya menuntut penghapusan presidential threshold.
"Presiden adalah pemerintah tertinggi, oleh karena itu dengan adanya presidential threshold 20 persen, Partai Buruh bersama kuasa hukum serta masukan para ahli hari ini akan terus berjuang tidak hanya berhenti di FGD, tanggal 2-9 Agustus kita akan longmarch jalan kaki Bandung-Jakarta. Salah satu poin yang dibawa adalah cabut presidential threshold 20 persen," ujar Said kepada wartawan di acara FGF di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).
Said menekankan bahwa Partai Buruh akan konsisten untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat, terutama dari kalangan buruh atau pekerja. Dia berharap long march atau demonstrasi-demonstrasi di jalan bisa didengar oleh para elite. Terutama Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga tertinggi negara dalam sistem ketatanegaraan untuk mengabulkan tuntutan penghapusan presidential threshold.
"Kita berkeyakinan dengan kehadiran ahli-ahli hukum tata negara (dalam FGD) yang sudah berulang kali menjadi pendamping maupun saksi ahli kali ini harus dibarengi dengan aksi demonstrasi. Enggak ada demonstrasi, enggak akan didengar," tutur dia.