REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, periode Agustus hingga September memang berpotensi menjadi puncak kekeringan dampak fenomena El Nino dan IOD Positif. Namun demikian, pihaknya menegaskan jika bahan pangan pokok nasional sudah disiapkan sedemikian rupa.
“Stok pangan 2023, komoditas strategis kita aman,” kata Arief dalam diskusi daring FMB9 di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Dia menambahkan, khusus beras, BPN sudah menugaskan Bulog untuk menyerap stok hingga 2,4 juta ton. Jumlah itu, dia klaim menjadi sangat besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang ada di kisaran 990 ribu ton.
“Sumbernya kita utamakan produksi dalam negeri menjadi prioritas. Sehingga kita jaga harga di tingkat petani supaya baik,” tutur dia.
Tak sampai di sana, cadangan pangan lainnya dia sebut juga terus meningkat. Jika pada tahun-tahun lalu hanya berkisar 200 ribuan ton, di penghujung 2023 ini, kata Arief, mencapai 800 ribu ton.
“Untuk produk lain sudah kita mitigasi umur simpan seperti daging ayam, sapi hingga kerbau. Kebutuhan kita usahakan 700 ribu ton teramankan dengan baik. Untuk produk yang kita harus kerja keras itu holtikultur seperti cabai,” jelasnya.
Menyoal bantuan pencegahan dalam tiga bulan terakhir, program persiapan juga sudah disalurkan kepada 21.353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berdasarkan data yang dimiliki Kemensos. Menurut dia, program lanjutan akan dilakukan kembali pada Oktober hingga Desember nanti untuk jumlah dan sasaran yang sama.
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita mengatakan, berdasarkan pemantauan hingga akhir Mei lalu, intensitas El Nino semakin menguat. Di waktu yang sama, pihaknya juga mendeteksi adanya Indian Ocean Dipole (IOD) indeks yang terus menguat ke arah positif.
“Artinya seperti fenomena di 2019, ini mengakibatkan kondisi lebih kering di wilayah Indonesia,” kata Dwikorita.
Dia menegaskan, kondisi penguatan El Nino dan IOD Positif terjadi secara bersamaan. Menurut Dwikorita, El Nino yang terjadi dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik.
“Sedangkan IOD positif dikontrol oleh suhu muka air laut di wilayah Samudra Hindia. Keduanya saling menguatkan kondisi tersebut (keringnya wilayah Indonesia). Dan inilah yang perlu disampaikan perkembangannya,” jelas dia.