REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi demonstrasi telah diadakan di beberapa negara Muslim dalam beberapa pekan terakhir, sebagai tanggapan atas serangkaian penodaan dan pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark. Negara-negara Muslim dengan cepat menanggapi insiden itu dengan memanggil duta besar negara terkait untuk menyampaikan protes.
Iran juga memanggil duta besar Swedia, sementara Irak mengusir duta besar Swedia. Di Baghdad, ratusan orang mencoba menyerbu Zona Hijau, yang menjadi area kedutaan asing dan pusat pemerintahan Irak.
Mengapa umat Islam menentang pembakaran Alquran?
Alquran adalah kitab suci Islam. Alquran bukan hanya sekadar buku tetapi firman Tuhan yang literal. Umat Islam memperlakukan Alquran dengan sangat hormat.
Umat Muslim percaya bahwa Alquran telah dilestarikan dalam bentuk aslinya sejak diturunkannya sekitar 1.400 tahun yang lalu. Dengan demikian, bagi umat Islam pembakaran Alquran merupakan penodaan kitab suci dan tindakan yang tidak dapat diterima.
“(Pembakaran Alquran) ini adalah penghinaan terhadap iman dan keyakinan umat Islam, tetapi yang lebih disayangkan adalah penghinaan terhadap kesucian populasi besar ini terjadi dengan kedok melindungi kebebasan,” Abbas Salimi Namin, seorang Sarjana yang berbasis di Teheran, dilansir Aljazirah, Senin (31/7/2023).
Umat Muslim menghormati Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan yang terakhir. Menghina atau menggambarkan Nabi Muhammad dengan cara yang tidak sopan dianggap sebagai pelanggaran berat bagi umat Islam.
Sementara Masjid adalah tempat ibadah dan dianggap sebagai ruang suci. Segala bentuk vandalisme, penodaan, atau penghinaan terhadap masjid sangat menyinggung umat Islam, seperti halnya sebagian besar agama lain dan tokoh suci atau tempat ibadah mereka.
Kejahatan Kebencian
Muslim merupakan minoritas di negara-negara Eropa Barat, dan mayoritas berasal dari latar belakang non-kulit putih. Beberapa Muslim percaya bahwa penargetan dan penodaan terhadap simbol-simbol suci Islam adalah bukti kebencian yang lebih luas terhadap Muslim dan didorong oleh kelompok sayap kanan Eropa.
Kelompok sayap kanan menyerukan untuk mengakhiri imigrasi dari negara-negara Muslim dan mengusir warga Muslim. Langkah ini sebagai bagian dari teori konspirasi bahwa Muslim akan menggantikan penduduk asli Eropa.
Salah satu tokoh utama di balik pembakaran Alquran di Swedia adalah seorang Kristen Irak. Banyak orang percaya ada upaya dari kelompok sayap kanan untuk menciptakan ketegangan komunal di Eropa antara non-Muslim dan Muslim.
Bagaimana reaksi negara-negara Muslim terhadap pembakaran Alquran?
Negara-negara Muslim, termasuk Iran dan Pakistan, mengatakan penodaan Alquran sama dengan hasutan kekerasan dan menyerukan pertanggungjawaban. Di beberapa negara, ribuan orang turun ke jalan untuk mengutuk pembakaran tersebut.
“Tampak bagi saya bahwa dengan memprotes pembakaran Alquran, umat Islam sebenarnya mendefinisikan kembali apa itu cinta dan juga akal,” kata Irfan Ahmad, seorang profesor antropologi di Universitas Ibnu Haldun di Istanbul.
"Seperti yang kita ketahui, pembakaran Alquran ini bukan kebebasan berekspresi, tetapi merupakan tindakan kebencian dan tidak masuk akal," ujar Ahmad.
Pada Juli, mosi diajukan ke badan hak asasi manusia PBB sebagai tanggapan atas pembakaran Alquran di Swedia. Mosi tersebut meminta negara-negara untuk meninjau undang-undang mereka dan menutup celah yang dapat menghalangi pencegahan serta penuntutan tindakan dan advokasi kebencian agama.