REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus sertifikasi halal self declare wine halal bermerek Nabidz memunculkan banyak pertanyaan, benarkah mengonsumsi makanan atau minuman dengan alkhohol di dalamnya?
Muzakarah Nasional tentang Alkohol dalam produk minuman yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia pada 13-14 Rabiul Akhir 1414 Hijriyah bertepatan dengan 30 September 1993 di Jakarta dihasilkan keputusan. pertama, alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH.
Kedua, sedangkan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) yang dibuat secara fermentasi dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya, biji-bijian, buah-buahan, nira dan lain sebagainya, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B dan C (Per. Menkes No. 86/1977).
Ketiga, anggur obat, anggur kolesom, arak obat, dan minuman sejenis yang mengandung alkohol termasuk ke dalam minuman beralkohol. Juga khamar minuman yang memabukkan, termasuk di dalam minuman beralkohol.
Keempat, berapa pun kadar alkohol pada minuman beralkohol tetap dinamakan minuman beralkohol.
Kelima, dampak negatif dari minuman beralkohol lebih besar dari efek positifnya, seperti pengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani dan rohani, kriminalitas, kenakalan remaja, gangguan kamtibmas, dan ketahanan sosial.
Dampak positif alkohol sebagai obat yang diminum sudah dapat diganti dengan bahan yang lain. Namun, pada obat luar atau obat oles masih digunakan.
Keenam, terkait status hukum minuman beralkohol, meminum minuman beralkohol, sedikit atau banyak, hukumnya haram. Demikian pula dengan kegiatan memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati hasil atau keuntungan dari perdagangan minuman beralkohol
Dikutip dari laman resmi MUI, Selasa (1/8/2023), Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyinggung masalah itu saat pembukaan Annual Conference on MUI Fatwa Studies ke-VII yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Baa juga: Ketika Kabah Berlumuran Darah Manusia, Mayat di Sumur Zamzam, dan Haji Terhenti 10 Tahun
“Dua hari lalu muncul viral di media sosial mengenai penerbitan sertifikat halal terhadap wine halal dengan nama produk nabidz yang katanya zero alcohol. Begitu proses tabayun dilakukan siapa yang menetapkan, ternyata itu produk yang ditetapkan melalui self declare, ditetapkan oleh Komite Halal Kementerian Agama, bukan Komisi Fatwa MUI,” ujar Kiai Niam, Rabu (26/7/2023) di Jakarta.
“Jika diasumkikan, produk tersebut zero alcohol, tapi nama, bentuk, dan rasanya bisa berasosiasi dengan produk haram dan/atau najis. Dan sesuai standard halal MUI, itu tidak diperkenankan dengan pertimbangan langkah preventif, yang dalam teori ushul fikih disebut sadduz zariah,” ujarnya.
Dikatakannya, Nabidz tersebut diasumsikan zero alcohol. Sesuai standar halal MUI, kata dia, hal itu tidak diperkenankan dengan tujuan untuk melindungi umat. MUI memang memiliki standar sangat ketat untuk barang yang dikonsumsi.