REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pemerintah Qatar ikut buka suara terkait aksi pembakaran Alquran yang terjadi berulang kali. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Luar Negeri Qatar Dr Ahmed bin Hassan al-Hammadi disebut menerima panggilan telepon Senin dari Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom, Senin (31/7/2023).
Selama panggilan telepon itu, HE al-Hammadi menegaskan kembali sikap Qatar dan kecamannya atas izin berulang penodaan terhadap Alquran di Swedia. Negara tersebut berdalih memberikan izin serangan terhadap Alquran dengan dalih kebebasan berekspresi.
Atas hal tersebut, Qatar menilai hal ini dapat memicu kebencian dan kekerasan, mengancam nilai-nilai hidup berdampingan secara damai, serta menunjukkan standar ganda yang tidak menyenangkan.
Dilansir di Gulf Times, Selasa (1/8/2023), Sekjen Qatar ini menegaskan kembali dukungan penuh Qatar untuk nilai-nilai toleransi dan koeksistensi. Negara memiliki keinginan untuk menegakkan prinsip-prinsip perdamaian dan keamanan internasional, melalui dialog dan pengertian, serta keyakinannya pada kebebasan berekspresi.
Namun, pada saat yang sama, ia juga menekankan perlunya menghormati keyakinan agama dan mempromosikan toleransi dan pengertian, antara budaya dan masyarakat yang berbeda.
Pada Senin (31/7/2023) kemarin, organisasi Islam global OKI, melakukan sesi virtual luar biasa untuk Dewan Menteri Luar Negeri Negara Anggota (CFM). Hal ini berlangsung atas permintaan Arab Saudi dan Irak, untuk mengatasi insiden berulang penodaan dan pembakaran salinan Alquran di Swedia dan Denmark.
Organisasi yang beranggotakan 57 negara dan berbasis di Jeddah ini menyuarakan kekecewaannya, atas tanggapan Swedia dan Denmark terhadap serentetan aksi pembakaran Alquran yang berulang. Hal tersebut diketahui telah membangkitkan kemarahan di seluruh Timur Tengah.
Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha, meminta kedua negara mencegah penodaan Alquran di kemudian hari. OKI juga kecewa karena sejauh ini tidak ada tindakan yang diambil terkait hal tersebut.
"Sangat disayangkan otoritas terkait yang mengklaim kebebasan berekspresi, terus memberikan izin mengulangi tindakan tersebut yang bertentangan dengan hukum internasional. Hal ini menyebabkan kurangnya rasa hormat terhadap agama,” kata Taha.
Setelah pertemuan itu berakhir, OKI mengatakan Taha akan memimpin delegasi ke Uni Eropa. Langkah ini diambil untuk mendesak para pejabat di sana mengambil langkah-langkah yang diperlukan, terutama mencegah terulangnya tindakan kriminal semacam itu dengan dalih kebebasan berekspresi.
Tidak hanya itu, organisasi tersebut juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menunjuk pelapor khusus yang bertugas memerangi Islamofobia.