REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Media pemerintah Cina melaporkan 11 orang tewas dan 27 orang lainnya hilang akibat banjir di pegunungan sekitar ibu kota Beijing.
Pada Selasa (1/8/2023) stasiun televisi pemerintah Cina, CCTV melaporkan hujan lebat selama berhari-hari mendorong pihak berwenang untuk menutup stasiun kereta api dan mengevakuasi masyarakat di pemukiman rentan ke gedung olahraga sekolah. Rumah-rumah terendam banjir, jalan-jalan terputus dan mobil-mobil bertumpuk.
Tingkat curah hujan ini sangat tidak biasa bagi Beijing, yang umumnya memiliki iklim kering yang moderat. Banjir di daerah lain di Cina utara yang jarang mengalami hujan dalam jumlah besar telah menyebabkan sejumlah kematian.
Banjir musiman melanda sebagian besar wilayah Tiongkok setiap musim panas, terutama di wilayah selatan yang beriklim semitropis. Namun, beberapa wilayah utara tahun ini telah melaporkan banjir terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Pada awal Juli, setidaknya 15 orang tewas akibat banjir di wilayah barat daya Chongqing, dan sekitar 5.590 orang di provinsi barat laut Liaoning harus dievakuasi. Di provinsi Hubei yang berada di tengah, hujan badai telah membuat penduduk terjebak di dalam kendaraan dan rumah mereka.
Banjir paling mematikan dan paling merusak di Cina dalam sejarah baru-baru ini terjadi pada tahun 1998. aketika 4.150 orang tewas, sebagian besar dari mereka di sepanjang Sungai Yangtze.
Pada tahun 2021, lebih dari 300 orang tewas dalam banjir di provinsi Henan. Rekor curah hujan menggenangi ibu kota provinsi Zhengzhou pada tanggal 20 Juli tahun itu, mengubah jalanan menjadi sungai yang deras dan membanjiri setidaknya sebagian jalur kereta bawah tanah.