REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Ketua Organisasi Masyarakat (ormas) Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok, Roy Pangharapan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Depok untuk meniru Kota Surabaya dalam memenuhi layanan kesehatan warganya. Pernyataan tersebut dikatakannya sebagai respons dari kenaikan tarif berobat di Puskesmas di Kota Depok mulai 1 Agustus ini.
"Contoh Surabaya lah, malah gratis. Contoh, studi banding ke Surabaya. Ini kan pelayanan dasar jangan mempersulit yang mau berobat, karena faktanya kalau orang nggak punya duit juga nggak bisa berobat. Selama ini kan Rp 2.000 tiba-tiba Rp 10.000 gitu, berapa persen naiknya," jelas Roy Pangharapan, Selasa (1/7/2023).
Menurutnya, banyak yang meremehkan tarif Rp 10 ribu yang ditetapkan pemkot. Namun bagi banyak warga miskin, uang sejumlah itu juga adalah hal yang memberatkan.
"Memang Rp 10 ribu itu untuk orang yang berpunya nggak ada masalah. Tapi kalau yang nggak berpunya? Rp 10 ribu itu kan setara dengan sepertiga telor kalau kita belikan itu untuk peningkatan gizi. Tolong lah, jangan seperti ini, kami prihatin," katanya.
Dia menjelaskan, puskesmas sudah memiliki sumber pendanaan yang cukup. Mulai dari BPJS kesehatan, bantuan operasional kesehatan (BOK) hingga APBD bahkan APBN.
Dengan sumber-sumber dana tersebut, Pemkot Depok disebutnya seperti sedang memalak warganya sendiri. Padahal layanan kesehatan puskesmas seharusnya bisa diupayakan untuk menjadi gratis atau lebih terjangkau.
"Permintaan kita kepada Pemkot, pelayanan dasar, sudahlah digratiskan saja. Toh sumbernya sudah banyak. Sumber pendapatan puskesmas itu sudah cukup banyak kan, masak masih kurang? Masa tega malak rakyat?" ujarnya.
Seperti diketahui, Wali Kota Depok, Mohammad Idris menetapkan tarif baru untuk layanan berobat bagi pasien puskesmas di wilayahnya. Pada Peraturan Wali (Perwal) nomor 64 tahun 2023 yang baru ditetapkan Senin (31/7/2023) itu, biaya berobat naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 10 ribu untuk layanan pagi. Ada juga tarif baru bagi warga non Depok dan layanan sore.