Selasa 01 Aug 2023 19:21 WIB

Prancis Evakuasi Warganya dari Niger

Hanya ada kurang dari 1.200 warga negara Prancis di Niger pada 2022.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Prancis mengutuk kekerasan terhadap misi diplomatiknya di Niger dan berjanji bertindak keras pada setiap serangan
Foto: AP
Prancis mengutuk kekerasan terhadap misi diplomatiknya di Niger dan berjanji bertindak keras pada setiap serangan

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis akan mengevakuasi warga negaranya dan Eropa dari Niger mulai Selasa (1/8/2023). Tindakan ini akhirnya diambil beberapa hari setelah junta merebut kekuasaan di negara Afrika barat itu.

"Mengingat situasi di Niamey, kekerasan terhadap kedutaan kami kemarin lusa dan fakta bahwa ruang udara ditutup dan warga kami tidak dapat pergi dengan cara mereka sendiri, Prancis sedang mempersiapkan evakuasi warganya dan warga negara Eropa yang ingin pergi," kata Kementerian Luar Negeri Prancis dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Menurut situs web Kementerian Luar Negeri Prancis, hanya ada kurang dari 1.200 warga negara Prancis di Niger pada 2022. Namun media Prancis Le Monde mengatakan, hanya sekitar 600 orang yang berada di negara itu saat ini karena banyak keluarga dengan anak-anak sedang berlibur.

Italia juga mengatakan pada Selasa, akan menawarkan penerbangan khusus untuk memulangkan warga negaranya dari ibu kota Niamey. Amerika Serikat, Jerman, dan Italia memiliki pasukan di Niger dalam misi kontra-pemberontakan dan pelatihan. Sejauh ini belum ada pengumuman tentang pasukan yang dievakuasi.

Perbatasan Niger telah ditutup untuk penerbangan komersial sejak perwira militer menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum dan pemerintahannya yang terpilih secara demokratis pada 28 Juli 2023. Peristiwa ini merupakan pengambilalihan militer ketujuh dalam waktu kurang dari tiga tahun di Afrika Barat dan Tengah.

Kudeta tersebut telah mengirimkan gelombang kejutan di seluruh wilayah Sahel, dengan sekutu Barat Niger takut kehilangan pengaruh dan berbalik merapat kepada Rusia. Prancis memiliki pasukan di Sahel selama satu dekade untuk membantu memerangi milisi, tetapi beberapa pihak ingin mantan penguasa kolonial itu berhenti mencampuri urusannya

Para pendukung junta membakar bendera Prancis pada akhir pekan dan menyerang kedutaan Prancis di ibu kota Niger, Niamey. Kondisi ini mendorong polisi menembakkan gas air mata sebagai tanggapan.

Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna mengatakan kepada BFM TV pada Senin (31/7/2023) malam, bahwa protes di depan kedutaan dan tuduhan Prancis menembak kerumunan memiliki semua unsur destabilisasi. Taktik ini biasa digunakan oleh Rusia-Afrika.

Niger adalah penghasil uranium terbesar ketujuh di dunia, logam radioaktif yang banyak digunakan untuk energi nuklir dan pengobatan kanker. Juru bicara Komisi Uni Eropa (UE) mengatakan, utilitas UE memiliki persediaan uranium alam yang cukup untuk mengurangi risiko pasokan jangka pendek.

Perusahaan bahan bakar nuklir Prancis Orano mengatakan, aktivitasnya berlanjut di Niger dan tidak akan terpengaruh oleh evakuasi. Sebanyak 99 persen staf perusahan itu adalah warga negara Niger.

Blok regional Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) telah memberlakukan sanksi, termasuk penutupan perbatasan, penghentian semua transaksi keuangan, dan pembekuan aset nasional. Aliansi ini mengatakan, memberikan wewenang untuk mengembalikan kepempimpina Bazoum yang masih terkunci di istananya. Namun junta negara tetangga Burkina Faso, Mali dan Guinea semuanya menyuarakan dukungan untuk pemimpin kudeta.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement