Selasa 01 Aug 2023 19:23 WIB

Indonesia Yakin Sapi Impor Terkena Penyakit LSD dari Australia, Ini Alasannya

Virus itu diyakini bersumber langsung dari peternakan Australia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang (kiri) dalam konferensi pers penangguhan impor sapi dari empat peternakan Australia di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Foto: Republika/Dedy Darmawan
Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang (kiri) dalam konferensi pers penangguhan impor sapi dari empat peternakan Australia di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan sebanyak 13 ekor sapi bakalan impor dari Australia positif terinfeksi virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit kulit berbenjol saat pengecekan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Virus itu diyakini bersumber langsung dari peternakan Australia. 

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan, Bambang menjelaskan, masa inkubasi atau waktu yang diperlukan dari awal infeksi hingga munculnya gejala klinis penyakit LSD sekitar 28 hari. 

Baca Juga

“Dengan masa inkubasi yang mencapai empat minggu, penyakit tidak mungkin muncul secara tiba-tiba dalam waktu singkat satu hingga tiga hari,” kata Bambang dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/8/2023).  

Bambang menjelaskan, jangka waktu pengapalan sapi dari Australia hingga tiba di Indonesia hanya sekitar lima hingga tujuh hari. Hal itu meyakinkan Kementan, penyakit LSD yang ditemukan pada belasan sapi itu memang bersumber dari Australia. 

Lebih lanjut, ia menuturkan, virus dapat bertahan di keropeng selama 33 hari dan pada leleran mulut dan hidung selama 28 hari. Virus ditularkan melalui serangga seperti lalat, nyamuk, dan caplak. Namun, LSD bukan penyakit zoonosis sehingga tidak dapat ditularkan ke manusia. 

Sebagai informasi, temuan penyakit LSD pada 13 ekor sapi bakalan dari Australia diketahui setelah petugas karantina Tanjung Priok melakukan protokol pengujian kesehatan hewan. Sapi yang terkonfirmasi positif itu diketahui berasal dari empat peternakan di Australia. 

Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel serum darah, kerokan kulit, dan swab mulut diambil pada sapi yang belum dilakukan vaksinasi LSD. Hasil positif ditemukan setelah diuji menggunakan real time PCR. 

“Pengujian dilakukan di laboratorium Karantina Pertanian Tanjung Priok dan diuji konfirmasi di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian dan Balai Besar Veteriner Wates,” kata Bambang. 

Sapi-sapi yang terinfeksi tersebut, ujar Bambang, masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam delapan periode pengapalan yang diperiksa sejak 25 Mei hingga 26 Juli 2023. Seluruhnya telah dimusnahkan setelah dinyatakan positif LSD. 

Dirinya tak menampik, pihak Australia pasti akan melakukan penolakan terhadap temuan Indonesia. Pasalnya, Australia telah dikenal sebagai negara dengan tingkat biosekuriti yang tinggi. Industri sapi juga menjadi salah satu penopang ekonomi Negeri Kanguru itu. Oleh karenanya, diharapkan Australia dapat memberikan kebenaran informasi ihwal temuan LSD oleh Indonesia.

Bambang mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada Pemerintah Australia pada 12 Juli 2023 ihwal temuan LSD oleh Indonesia. Badan Karantina Pertanian juga menangguhkan pemasukan impor sapi bakalan dari empat peternakan tersebut. 

“Untuk membuktikan ini, Australia minta waktu 60 hari terhitung sejak 12 Juli sampai 12 September 2023. Kami setuju, karena mereka juga menerima permintaan kita untuk (empat peternakan itu) tidak lagi mengirim ke Indonesia,” kata Bambang dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/8/2023). 

Nantinya, bila empat peternakan yang menjadi asal dari 13 ekor sapi tersebut terbukti terjangkit virus LSD, pemerintah akan menutup impor sapi secara total khusus dari empat peternakan itu. 

Sebagai informasi, data sistem otomasi Barantan, IQFAST tercatat dari Pelabuhan Laut Belawan, Tanjung Priok, Lampung, Cilacap dan Bandar Udara Soekarno Hatta, jumlah sapi impor asal Australia di tahun 2022 berjumlah 303.867 ekor dan 153.384 ekor untuk periode 1 Januari hingga 31 Juli 2023. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement