Selasa 01 Aug 2023 19:34 WIB

BI Lanjutkan Kebijakan Makroprudensial Longgar

BI melanjutkan kebijakan longgar untuk LTV/FTV properti dan DP kendaraan nol persen.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan terus memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial. Khususnya untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya stabilitas sistem keuangan (SSK).

"BI pun melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga

Kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar nol persen dan rasio intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84–94 persen. Selain itu juga rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar enam persen dengan fleksibilitas repo sebesar enam persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

Perry memastikan, BI juga melanjutkan rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti. "Paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti kepada bank yang memenuhi kriteria NPL atau NPF," ungkap Perry.

Selain itu, Perry mengatakan, BI juga melanjutkan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit nol persen. Khususnya untuk semua jenis kendaraan bermotor baru tertentu.

Untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi, Perry menegaskan, BI memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk meningkatkan kredit atau pembiayaan. "Ini dilakukan dengan fokus pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi minerba dan nonminerba, perumahan, pariwisata, serta pembiayaan inklusif dan hijau," ungkap Perry.

Dia menuturkan, besaran insentif likuiditas makroprudensial juga ditingkatkan dari sebelumnya paling tinggi 280 basis poin (bps) menjadi paling tinggi 400 bps. Hal tersebut terdiri dari insentif untuk penyaluran kredit atau pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan oleh BI paling besar dua persen yang meningkat dari sebelumnya 1,5 persen.

Selain itu juga insentif kepada bank penyalur kredit atau pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya satu persen menjadi 1,5 persen. "Ini dengan rincian satu persen untuk penyaluran kredit UMKM atau KUR dan 0,5 persen untuk penyaluran kredit UMi," jelas Perry.

Begitu juga dengan insentif terhadap penyaluran kredit atau pembiayaan hijau paling besar 0,5 persen. Insentif tersebut meningkat dari sebelumnya 0,3 persen. "KLM tersebut diimplementasikan bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang akan berlaku sejak 1 Oktober 2023 melalui pengurangan giro di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata," tutur Perry.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement