REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah memprediksi cadangan devisa (cadev) mengalami peningkatan sebesar 10 miliar hingga 12 miliar dolar AS per bulan setelah penerbitan aturan baru devisa hasil ekspor sumber daya alam. Adapun aturan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2023 yang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan aturan tersebut memberikan dampak positif terhadap ketahanan sistem keuangan.
"Kita estimasi 10-12 miliar dolar AS untuk meningkatkan cadev," ujarnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (1/8/2023).
Sri Mulyani mendapatkan informasi tersebut setelah berdiskusi dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Adapun estimasi tersebut berasal dari total ekspor sumber daya alam diperkirakan 175 miliar dolar AS pada 2023.
"Jika dikurangi ketentuan di atas 250 ribu dolar AS, maka jumlahnya sebesar 164 miliar dolar AS. 30 persen itu kira-kira 40-49 miliar dolar AS itu yang wajib DHE," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan cadangan devisa akan meningkat sebesar 60 miliar dolar AS sampai dengan 100 miliar dolar AS pasca penerbitan aturan baru devisa hasil ekspor sumber daya alam. Adapun aturan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 yang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Aturan ini akan mewajibkan devisa hasil ekspor sumber daya alam dapat disimpan sistem keuangan dalam negeri minimal tiga bulan. Adapun nilai devisa ekspor yang wajib ditahan ini di atas 250 ribu dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi ekspor sumber daya alam dari empat sektor, pertambangan, perikanan, perhutanan dan perkebunan, cukup besar. Pada 2022, penerimaan ekspor dari sektor-sektor ini sebesar 203 miliar dolar AS atau 69,5 persen dari ekspor.
“Potensinya besar dari data 2022, sumber daya alam dari empat sektor totalnya mencapai 203 miliar dolar AS atau 69,5 persen dari total ekspor, dan dengan ketentuan DHE SDA maka minimal 30 persen dari 203 miliar dolar AS sebesar 60 miliar dolar AS per tahun sampai dengan 100 miliar dolar AS,” ujarnya saat konferensi pers, Jumat (28/7/2023).
Airlangga memerinci, dari empat sektor tersebut pertambangan menyumbang kontribusi tertinggi sebesar 66 persen atau 133,98 miliar dolar AS. Disusul sektor perkebunan sebesar 18 persen atau 5,52 miliar dolar AS dan komoditas kelapa sawit menyumbang sebesar 27,8 miliar dolar AS atau 50,3 persen.
Sektor kehutanan sebesar 11,9 miliar dolar AS atau 4,1 persen dan terbesar palm and paper industry. Terakhir, sektor perikanan sebesar 6,9 miliar dolar AS, mayoritas komoditas udang dan lainnya.
“Penerbitan aturan baru tersebut bertujuan pembangunan ekonomi, meningkatkan investasi, meningkatkan kualitas sumber daya alam, sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi dan pasar domestik,” ucapnya.