REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Swedia dan Denmark menjadi sorotan dunia setelah beberapa aksi pembakaran Alquran terjadi di kedua negara tersebut. Berulangnya aksi pembakaran memicu kecaman dan protes dari berbagai negara islam maupun negara dengan mayoritas umat Islam.
Dihimpun dari berbagai sumber, setidaknya ada tiga upaya yang dilakukan umat Muslim untuk membela Alquran dan menghentikan pembakaran kitab suci tersebut.
1. Protes
Aksi protes balasan meletus di beberapa negara setelah pembakaran Alquran terjadi di Swedia dan Denmark. Di Irak, ratusan pengunjuk rasa menyerbu Kedutaan Swedia di Baghdad tengah pada Kamis (20/7/2023) dini hari.
Tidak hanya menyuarakan protesnya, kerumunan orang yang merasa marah ini juga memanjat tembok, hingga membakar bangunan. Saat fajar menyingsing, polisi dan petugas keamanan lainnya berkumpul di kedutaan saat gumpalan asap kecil masih mengepul. Petugas pemadam kebakaran mencoba memadamkan api dari tangga truk pemadam kebakaran. Beberapa pengunjuk rasa masih berdiri di lokasi, dan memegang plakat bergambar wajah al-Sadr.
Hal yang sama juga terjadi di luar kantor kedutaan Denmark. Menurut informasi yang beredar, staf Kedutaan Besar Denmark di Baghdad bahkan sudah meninggalkan negara tersebut setelah aksi protes berlangsung di sana.
Pengunjuk rasa berkumpul di tengah penjagaan keamanan yang ketat pada Sabtu (22/7/2023). Jembatan-jembatan yang mengarah ke Zona Hijau, kawasan kantor kedutaan banyak negara, ditutup setelah para demonstran mencoba mendekati kantor kedutaan Denmark.
Dari sisi diplomatik, Kementerian Luar Negeri Iran memanggil Duta Besar Denmark untuk negara tersebut, Jesper Vahr, Sabtu (22/7/2023). Pertemuan dilakukan untuk memprotes aksi penghinaan terhadap kitab suci umat Islam, Alquran, yang terjadi di negara Skandinavia itu.
Kerajaan Arab Saudi juga termasuk yang memanggil kuasa hukum Denmark di negara tersebut. Menurut informasi dari Kementerian Luar Negeri Saudi, dalam pertemuan itu Kerajaan menyerahkan memo, yang berisikan keberatan terhadap aksi pembakaran Alquran.
2. Boikot
Aksi boikot produk-produk yang dihasilkan oleh negara-negara Nordik ini gencar disuarakan di Timur Tengah dan Afrika Utara. Kampanye tersebut disuarakan di media sosial dengan menggunakan tanda pagar (tagar) "hukum pemerintah Swedia" dan "boikot produk Swedia".
Sekretaris Dewan Tertinggi Koordinasi Ekonomi Iran, Mohsen Rezaei, menyerukan boikot ini pada 23 Juli. Bukan hanya itu, Masjid Al-Azhar yang berbasis di Kairo dan lembaga Sunni tertua di dunia Muslim, juga mendesak umat Islam agar memboikot produk Swedia.
Untuk diketahui, menurut angka yang diberikan oleh Kamar Dagang Swedia 2,6 persen ekspor Swedia dikirim ke Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2022. Angka ini mencapai 4,88 miliar dolar atau 51,4 miliar krona Swedia.
Adapun pengimpor produk Swedia terbesar di antara negara-negara Muslim adalah Turki dan Arab Saudi, menurut database COMTRADE PBB. Posisi berikutnya diikuti oleh Mesir, Uni Emirat Arab, Indonesia, Malaysia, Maroko, Qatar, Aljazair dan Pakistan.
Pejabat senior di Pusat Informasi Euro-Gulf (EGIC), Keith Boyfield, menyebut para pemimpin bisnis Swedia sudah sangat prihatin dengan cara pihak berwenang mengatasi hal tersebut. Dalam pandangan mereka, otoritas terkait telah gagal mengadili pengunjuk rasa yang membakar Alquran.
3. Dukungan OKI