REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan terdapat kepentingan kekuatan besar yang bertubrukan lingkup maritim Indo-Pasifik. Dia mengingatkan, jika tidak bisa dikelola, wilayah perairan Indo-Pasifik dapat berubah menjadi medan konflik.
Saat memberikan sambutan virtual dalam acara 11th Expanded ASEAN Maritime Forum (EAMF) yang digelar di Bali, Rabu (2/8/2023), Retno mengatakan, wilayah maritim di kawasan Indo-Pasifik memiliki potensi luar biasa. Ia menampung jalur laut paling strategis di dunia dan merupakan rute pelayaran utama.
“Tapi kepentingan kekuatan besar juga bertubrukan di ranah maritim kita. Kegagalan untuk mengelola ini dapat mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan. Kita harus menghindari wilayah kita berubah menjadi episentrum konflik,” ujar Retno.
Dia mengungkapkan, selama lima dekade terakhir, ASEAN berusaha untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Termasuk melalui kepatuhan ketat terhadap hukum internasional dan arsitektur kawasan yang inklusif. Sekarang, ada kebutuhan mendesak untuk memastikan prediktabilitas dan stabilitas di domain maritim kita. Semua negara harus dapat merasa aman dan tentram, bebas dari ancaman kekuatan militer,” kata Retno.
Dia menambahkan, lingkup maritim Indo-Pasifik harus berkontribusi untuk menjadikan kawasan ini sebagai episentrum pertumbuhan, Oleh sebab itu, Retno berpendapat, harus terdapat cara dan sarana untuk mengatur perilaku negara-negara di ranah maritim Indo-Pasifik.
Retno mengatakan, pada prinsipnya perilaku negara-negara harus dipandu oleh visi bersama terhadap laut Indo-Pasifik. Pertama perairan Indo-Pasifik harus menjadi lautan perdamaian. “Lautan damai berarti tindakan kita tidak boleh menimbulkan rasa tidak aman bagi orang lain, termasuk proyeksi kekuatan yang tidak perlu dan membangun aliansi untuk menahan negara lain. Perairan kita tidak boleh digunakan sebagai medan pertempuran atau platform untuk melancarkan serangan terhadap orang lain,” ucap Retno.
Selain itu, penerapan hukum internasional secara konsisten, termasuk United Nations Convention of the Law of the Sea (UNCLOS), Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN), dan Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free Zone Treaty (SEANWFZ), dan Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC).
Hal kedua yang ditekankan Retno yakni, lautan Indo-Pasifik harus menjadi lautan kerja sama. Artinya kolaborasi dijadikan sebagai katalisator untuk membangun kepercayaan dan perdamaian abadi. Terkait hal tersebut Retno menegaskan pentingnya ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.