Kamis 03 Aug 2023 06:36 WIB

Pakar UGM: Hirup Asap Hasil Pembakaran Sampah Picu Kanker 

Gejala kanker kemungkinan baru bisa diketahui 3-5 tahun mendatang.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Petugas berusaha memadamkan api saat kebakaran lahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (27/6/2023). Menurut BPBD Kabupaten Tegal kebakaran yang menghanguskan dua dari lima hektare lahan perbukitan sampah TPA tersebut mengakibatkan gangguan asap bagi pengendara dan warga sekitarnya.
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Petugas berusaha memadamkan api saat kebakaran lahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Dermasuci, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (27/6/2023). Menurut BPBD Kabupaten Tegal kebakaran yang menghanguskan dua dari lima hektare lahan perbukitan sampah TPA tersebut mengakibatkan gangguan asap bagi pengendara dan warga sekitarnya.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dosen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Ikmal Tahir mengatakan, perilaku membakar sampah apalagi sampah berbahan dasar plastik atau karet dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Ia mengungkapkan asap pembakaran sampah plastik dan karet yang dihirup dinilai dapat memicu kanker. 

Ikmal mengatakan jenis sampah karet dan plastik jika dibakar biasa maka akan memunculkan reaksi dekomposisi polimer sebagai penyusun plastiknya itu tidak sempurna. Hal tersebut secara nyata dapat dirasakan dengan timbulnya bau tajam. 

Baca Juga

"Bau ini mengindikasikan ada senyawa dioksin yang punya potensi karsinogenik, yakni pemicu penyakit kanker apabila sampai terhirup pernafasan," kata Ikmal saat dihubungi Republika, Rabu (2/8/2023). 

Menurutnya penyakit kanker tersebut bersifat kronik. Gejalanya kemungkinan baru bisa diketahui 3-5 tahun mendatang. Namun jika yang dibakar adalah sampah organik maka menurutnya dampaknya relatif lebih kecil.

"Intinya sih kalau pembakaran sampah hanya bahan sampah organik itu dampaknya relatif lebih kecil, hanya mungkin berisiko asap mengganggu sistem pernapasan atau membuat konflik sosial misal tetangga terganggu," ucapnya. 

Ia menambahkan, sampah yang menumpuk tidak terangkut umumnya memancing orang untuk membakarnya. Hal tersebut lantaran membakar sampah mudah dilakukan dan hasilnya sampah terbakar meninggalkan sisa pembakaran yang minim. 

"Umumnya dilakukan oleh pemilik lahan yang jadi buangan sampah atau oleh petugas sampah yang bingung mau membawa sampahnya kemana," ungkapnya. 

Menurutnya jika proses pembakaran ditunggu sampai habis mungkin tidak menimbulkan risiko kebakaran. Namun yang sering api justru ditinggal saat masih menyala.

"Saat ini musim kemarau dan juga angin terkadang membantu kobaran api menjadi meluas, termasuk jika lokasi pembakaran dekat tumpukan bahan lain yang mudah terbakar atau semak-semak/rerumputan ilalang. Seperti inilah yang diduga terjadi di Yogyakarta akibat penutupan TPA Piyungan ini," kata staf Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement