REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu keistimewaan Makkah atau Negeri al-Haram, yakni kebaikan dilipatgandakan dan kejahatan itu diperberat. Seperti apa penjelasan mengenai hal tersebut?
Seperti dikutip dari buku Keutamaan Negeri Al-Haram oleh Prof DR Mahmud Al-Dausary, di Negeri al-Haram, Allah Ta'ala menerima tamu-tamu-Nya dan menjamu para peziarah-Nya. Karena itu, Allah Ta’ala sangat memuliakan proses ziarah tersebut, membesarkan pahalanya, dan pahala amalan-amalan yang mengiringinya.
Dengan begitu, Ia melipatgandakan kebaikan di Makkah, dan di sisi Rumah-Nya yang dimuliakan. Allah Ta’ala juga memperbesar balasan atas kejahatan di dalamnya, sehingga hukuman melakukan kejahatan di dalamnya pun diperbesar, karena pelakunya begitu berani melakukan hal tersebut di kawasan terlarang milik Allah Ta’ala.
Pelipatgandaan balasan kebaikan dan diperberatnya hukuman kejahatan di Makkah itu merupakan bentuk pengagungan dan pemuliaan terhadapnya. Ini juga merupakan sebuah pembedaan antara Makkah dan tempat-tempat dan negeri-negeri lain.
Sehingga seperti ia menjadi istimewa dengan penisbatannya kepada Allah Ta’ala, ia juga menjadi istimewa dengan melihat balasan yang akan muncul atas setiap ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukan di dalamnya.
Pada kedua situasi tersebut, Allah Ta'ala memenuhi janji balasanNya dengan setepat-tepatnya, siapa yang menepati jalan yang benar dan baik, maka Ia akan memperbesar kebaikan-kebaikan untuknya.
Sementara siapa yang menepati jalan yang batil dan buruk, Ia pun akan memperbesar kejahatan itu dan memperkeras balasannya.
Para ulama telah sepakat bahwa kebaikan dan keburukan itu akan dilipatgandakan di Makkah.
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Namun mereka berbeda pendapat tentang hakikat pelipatgandaan tersebut dalam dua pendapat. Pendapat yang kuat (rajih) adalah bahwa kebaikan dan kejahatan itu akan dilipatgandakan di Makkah dari sisi eksistensinya, bukan dari sisi jumlahnya, sebab tidak ada dalil yang shahih yang memberikan batasan terhadap seberapa besar kadar pelipatgandaan amalan selain sholat.
Dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Al-Nawawi rahimahullah mengatakan tentang Makkah: “Maka sesungguhnya dosa (di Makkah) jauh lebih buruk dibandingkan di tempat lainnya, sebagaimana kebaikan di dalamnya jauh lebih besar dibandingkan di tempat lainnya.”
Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish
Adapun terkait diperkerasnya hukuman atas kejahatan (di Makkah), Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاءً الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ ۚ وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.” (QS al-Hajj ayat 25). Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan:
“Dari sinilah, maka kadar besar kejahatan itu dilipatgandakan, bukan jumlahnya, sebab satu kejahatan tetap dibalas dengan satu kejahatan, namun itu menjadi satu kejahatan yang besar dan mendapatkan balasan yang setimpal, sebagaimana dosa kecil juga mendapatkan balasan yang kecil. Maka perbuatan dosa di dalam kawasan al-Haram dan negeri Allah, di atas permadani-Nya sudah tentu lebih kuat dan besar daripada dosa yang dilakukan di salah satu penjuru bumi. Karena itu, tidak sama antara seseorang yang membangkang kepada sang raja di hadapan singgasananya dengan orang yang membangkang di sebuah tempat yang jauh dari istana dan singgasananya. Inilah penjelasan yang menyelesaikan semua perbedaan pendapat dalam masalah pelipatgandaan dosa dan kejahatan‟ (di Negeri al-Haram).”