REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tak memiliki kewenangan untuk menentukan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Menurut dia, untuk menentukan hal tersebut merupakan wewenang presiden dan DPR.
"Hal itu sepenuhnya adalah kesepakatan presiden dan parlemen, dalam bentuk undang-undang. Kalau mau diubah lebih rendah atau lebih tinggi bergantung kesepakatan keduanya, karena masing-masing negara juga membuat kesepakatannya sendiri," ujar Andi lewat keterangannya, Kamis (3/8/2023).
Ia menjelaskan, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur usia minimal capres-cawapres merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Hal tersebut bukanlah urusan konstitusional.
Andi mengaku melihat gerakan untuk menurunkan batas umur capres-cawapres terdiri dari dua golongan. Pertama bersifat ideologis, yaitu upaya dari orang-orang muda, sebagian dari penyelenggara negara, untuk mendapat kesempatan bersaing sebagai calon pemimpin bangsa.
Golongan kedua, dinilainya ada hubungannya dengan upaya melanggengkan kekuasaan yang sedang berkuasa. Setelah sebelumnya gagal untuk merealisasikan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Saya kuatir MK hanya dipinjam tangannya untuk memuluskan kepentingan politik kekuasaan," ujar Andi.
Di MK, kini sedang berproses tiga perkara yang sama-sama mempersoalkan batas usia minimum capres dan cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader PSI, Dedek Prayudi. PSI meminta batas usia minimum capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, yakni Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana. Nama yang tersebut terakhir merupakan adik kandung Ketua DPD DKI Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria. Partai Garuda meminta MK menetapkan batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Selanjutnya, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan oleh dua kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa. Petitum mereka sama dengan petitum Partai Garuda.
Dalam persidangan terakhir di MK pada Selasa (1/8/2023), DPR dan pemerintah kompak menunjukkan sinyal setuju batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden diturunkan menjadi 35 tahun atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara.