Jumat 04 Aug 2023 05:15 WIB

Kebuntuan Politik Thailand Terus Berkepanjangan

Ditundanya pemilihan PM Thailand semakin memperpanjang kebuntuan politik

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Ruang Sidang Parlemen Thailand. Ditundanya pemilihan perdana menteri Thailand ini semakin memperpanjang kebuntuan politik
Foto: pardaphash.com
Ruang Sidang Parlemen Thailand. Ditundanya pemilihan perdana menteri Thailand ini semakin memperpanjang kebuntuan politik

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ketua DPR Thailand mengatakan pada hari Kamis (3/8/2023) bahwa pemungutan suara di parlemen untuk memilih perdana menteri baru berikutnya akan kembali ditunda. Ditundanya pemilihan perdana menteri Thailand ini semakin memperpanjang kebuntuan politik yang telah menimbulkan pertanyaan mengenai stabilitas negara ini, sejak pemilihan umum pada bulan Mei 2023 lalu.

Banyak pemilih dalam pemungutan suara pada 14 Mei 2023 menolak hampir satu dekade negara ini diperintah oleh militer dan pemerintah yang didukung militer. Hal itulah yang membuat  partai progresif Move Forward menang, namun partai ini telah diblokir untuk mengambil alih kekuasaan, karena lawan-lawannya yang konservatif dan majelis tinggi yang dicalonkan.

Baca Juga

Ketua parlemen Wan Muhamad Noor Matha mengatakan bahwa pemungutan suara untuk memilih perdana menteri, yang telah dijadwalkan pada hari Jumat, (4/8/2023) besok hanya dapat dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan banding yang diajukan oleh Move Forward. Banding tersebut terkait upaya penggagalan partai mereka untuk menunjuk seorang perdana menteri.

"Kami harus menunggu Mahkamah Konstitusi membuat keputusan pada tanggal 16 Agustus sebelum menentukan kapan kami akan mengadakan pemungutan suara lagi," kata Wan Noor kepada para wartawan.

Akibatnya, Baht Thailand telah melemah minggu ini karena ketidakpastian politik. Partai Pheu Thai, jelmaan terbaru dari partai yang didirikan oleh mantan taipan telekomunikasi Thaksin Shinawatra, berada di posisi kedua dalam jajak pendapat. Kini partai ini memiliki peluang, dan  berharap untuk membuat kandidatnya terpilih sebagai perdana menteri dan membentuk sebuah pemerintahan.

Setelah pemilu, Move Forward, bersama dengan Pheu Thai dan enam partai lainnya, membentuk aliansi untuk mencoba membentuk pemerintahan. Namun, pemimpin Move Forward, Pita Limjaroenrat, dua kali dihalangi oleh parlemen untuk menjadi perdana menteri.

Pada hari Rabu, (2/8/2023), Pheu Thai mengatakan akan berusaha membentuk aliansi baru tanpa Move Forward dan akan mencalonkan taipan real estat Srettha Thavisin untuk jabatan perdana menteri.

Move Forward memenangkan suara dari banyak anak muda, namun semua ini berakhir dengan pengucilannya dari kekuasaan oleh kaum konservatif yang bersekutu dengan kelompok royalis-militer. Sikap ini telah meningkatkan prospek kembalinya protes jalanan yang telah membawa kekacauan ke Thailand selama 20 tahun terakhir.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement