REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memaparkan hasil capaian realisasi investasi yang diperoleh dari 20 lokasi yang tersebar di Indonesia mencapai Rp 128,5 triliun.
"Dari hasil evaluasi yang masuk dalam rangkaian rapat kerja nasional KEK, kami menghitung yang betul-betul sudah ada bentuk fisiknya, kalau yang masih rencana tentu tidak dihitung, yakni sebesar Rp 128,5 triliun," kata Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Susiwijono Moegiarso di acara Indonesia SEZ Forum 2023 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (3/8/2023).
Selain itu, kata dia, pihaknya juga memetakan isu-isu strategis, termasuk semua kendala, yang ada di lapangan serta melihat kembali posisi KEK dalam konteks perekonomian pusat maupun daerah dengan pembukaan lapangan kerja. Melalui bonus demografi, Indonesia sangat berkepentingan untuk menciptakan industri yang mampu membuka lapangan kerja.
"Dari capaiannya, tahun ini baru mencapai 71 ribu dan kami masih akan dorong terus," ucap Susiwijonon.
Dari dua hal tersebut, lanjutnya, akan menjadi indikator utama untuk menilai kinerja dan capaian dari masing-masing KEK, termasuk yang ada di Jawa Timur. "
Dari 20 KEK di Indonesia, dua di antaranya ada di Jawa Timur, yakni di Gresik dan Malang.
KEK Gresik yang dikenal dengan JIIPE ada 21 pelaku usaha termasuk PT Freeport Indonesia yang membangun smelter single line terbesar di dunia dengan nilai investasi sebesar Rp 45 miliar. Kemajuan pembangunan smelter di KEK Gresik sudah mencapai 76 persen yang diharapkan pada Mei 2023 sudah selesai dan dapat memulai produksi.
"Kami harapkan pada akhir 2024 bisa mencapai 100 persen produksi secara penuh agar kebijakan hilirisasi dapat dibuktikan melalui smelter di Gresik ini," ungkap Susiwijono.
Menurut dia, banyak keuntungan yang akan diperoleh jika smelter di KEK Gresik beroperasi penuh. Salah satunya adalah pembuatan katoda tembaga, setelah dulu komoditas tersebut diekspor mentah.
"Di Gresik kira-kira menghasilkan 600 ribu ton dari Freeport dan Smelting sebesar 300 ribu ton, jadi total 900 ribu ton katoda tembaga itu jika di ekspor nilainya sekian puluh kali lipat jika dibandingkan dalam keadaan mentah," kata Susiwijono.
Oleh karena itu, dengan menghasilkan katoda tembaga yang merupakan bahan baku untuk manufaktur banyak sektor mulai dari elektronik hingga otomotif yakni baterai dari kendaraan listrik. Jika sudah diproduksi di Gresik, otomatis pabrikan dan industri di negara lain bisa dipastikan akan memesannya di Gresik.
"Jika hilirisasi terealisasi jauh lebih besar, industri-industri manufaktur akan masuk di Jawa Timur," ucapnya.