REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital saat ini, bermain media sosial boleh dibilang sudah dilakoni seluruh kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Tak heran, bila akhirnya kebiasaan bermedia sosial pun mengalahkan aktivitas membaca. Maka, untuk menumbuhkan minat baca pada anak, tentu butuh peran orang tua yang sangat besar sebagai ‘perpustakaan pertama’ mereka.
“Peran orang tua sangat dibutuhkan. Misalnya, mematikan televisi mulai dari pukul 18.00-19.00 WIB untuk memberi waktu membaca. Ini memang tantangan terbesar. Sejak dini dibiasakan kenalkan bahan bacaan. Saat mau tidur juga, anak-anak paling suka bacaan dongeng,” ujar Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Agus Sutoyo, pada ajang bincang yang digelar secara daring, Kamis (3/8/2023).
Agus menjelaskan, pada era perkembangan teknologi saat ini, peranan buku semakin dilupakan. Padahal keberadaannya sangat penting dalam tumbuh kembang generasi bangsa. Anak-anak, kata dia, mulai melupakan bacaan yang menarik karena asyik dengan gawainya.
Padahal, kampanye literasi sudah dahulu digaungkan Perpusnas. Misalnya, dengan mengajak para orang tua menyikapi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Salah satu caranya adalah Perpusnas sempat mengusung jargon “Ibuku Perpustakaan Pertamaku”.
Jargon itu berarti orang tua punya peran penting di rumah, sebelum sosialisasi keluar rumah. “Ibu atau ayah mendampingi anak-anak mereka untuk kenalkan literasi. Penelitian membuktikan usia 0-5 tahun pada anak, perkembangannya dikontrol melalui buku bacaan,” jelas Agus.
Saat ini, kata dia, kampanye literasi masih terus berlangsung. Tapi pada era kini, kampanye literasi harus dilakukan dengan menggabungkannya pada teknologi.
Dia menjelaskan, di gedung Perpusnas sudah terdapat penerapan-penerapan teknologi. Penyiapan wadah dan fasilitas dilakukan agar Perpusnas terus bisa memberikan kontribusi besar bagi masyarakat dengan menyiapkan wadah dan fasilitas. Beberapa di antaranya, yakni Layanan Khusus Anak. “Kami harus menyenangkan anak-anak saat main di perpustakaan. Disinilah peran dari pustakawan Perpusnas membantu bagaimana bisa bermain sambil membaca. Karena dunia anak tak bisa lepas dari bermain,” kata dia.
Agus mengungkapkan, Layanan Khusus Anak dibuat lebih menyenangkan dengan disediakannya mainan dan fasilitas pendukung bagi anak-anak lainnya. Menurut dia, kesenangan yang awalnya didapatkan melalui gawai, bisa dialihkan ke perpustakaan.
“Kami tidak meninggalkan teknologi, tapi justru mulai memanfaatkannya, yakni membuat aplikasi I-Pusnas. Jadi masyarakat kalau mau baca buku, tak harus datang ke Perpusnas. Cukup buka aplikasi melalui telepon genggam,” jelas dia.
Sementara itu, Pustakawan Layanan Anak, Fitriana Ramadhani menambahkan, menjadi pustakawan khusus anak dituntut memiliki daya kreativitas tinggi agar anak-anak bisa diarahkan untuk melakukan kegiatan literasi. Salah satunya, dia berupaya agar ketika anak-anak membaca, mereka tidak seperti sedang membaca.
“Misalnya, anak-anak ditanya soal cita-cita. Mereka membaca dulu, baru menulis apa cita-cita mereka saat dewasa. Dengan cara ini, buku menjadi hidup. Tidak lagi selesai membaca, lalu tutup buku. Jadi menciptakan sesuatu dari membaca,” jelas dia.