REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengusulkan agar program Kartu Jakarta Pintar (KJP) disetop. Hal itu lantaran banyaknya permasalahan yang muncul di lapangan dalam pelaksanaa program tersebut. Sebagai penggantinya, dana program itu lebih baik jika dialihkan untuk biaya sekolah gratis.
"KJP tidak tepat sasaran, banyak permasalahan, tidak merata, dan tidak adil. Fakta di lapangan, ada satu keluarga empat anaknya dapat (bantuan KJP), dan ada banyak keluarga yang satu pun (anaknya) tidak dapat," kata Basri di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023) malam WIB.
Basri menjelaskan, kualitas pendidikan saat ini, menjadi polemik. Masih banyak pekerjaan rumah yang menjadi tugas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Termasuk di antaranya, dengan memfasilitasi sekolah gratis bagi masyarakat yang tidak mampu.
"Saya mengingat bahwa kita punya Perda Nomor 8 Tahun 2006 yang di dalamnya tertuang bahwa wajib belajar 12 tahun, namun sampai saat ini belum bisa kita wujudkan," tutur Basri.
Dengan kondisi itu, Basri menilai, program KJP yang bermasalah, mulai dari dana yang mengendap miliaran rupiah hingga praktik jual beli KJP, bisa dialihkan kepada program yang lebih riil yakni bantuan biaya sekolah gratis.
"Hal ini menghindari apa yang menjadi tuntutan masyarakat terhadap seluruh anggota dewan terkait KJP tidak pernah selesai. Kalau saja sekolah negeri gratis, sekolah swasta gratis, maka tidak ada lagi keluhan tiap tahun, tidak ada lagi anak yang putus sekolah, ini bisa kita wujudkan," ujar Basri.
Anggota Komisi E DPRD DKI tersebut menilai, komisinya yang membidangi aspek kesejahteraan rakyat sedang mendalami dan mengkaji hal itu. Basri menyebut, masih dilakukan upaya koordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait upaya pengalihan KJP ke biaya sekolah gratis.
"Komisi E dengan Dinas Pendidikan sedang menghitungnya, ternyata dengan KJP kita setop, kita alihkan saja kepada biaya sekolah gratis, tidak ada lagi permasalahan yang timbul," ucap Basri.
Program KJP di DKI Jakarta memang berpolemik. Hal itu dipicu ada anggaran tahun 2022 sebesar Rp 197 miliar tidak tersalurkan kepada pemegang KJP Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggulan (KJMU) alias dana mengendap di bank. Hal itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit laporan keuangan Pemprov DKI.
Kasus dana KJP mengendap jadi sorotan hampir seluruh fraksi partai di DPRD DKI yang disampaikan dalam rapat paripurna penyampaikan pandangan umum tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD) tahun anggaran 2022 pada Senin (24/7/2023). Sebab, dana KJP yang mengendap kerap terjadi tiap tahun dan masih juga belum terselesaikan, bahkan kini lebih parah.