Jumat 04 Aug 2023 17:05 WIB

Taruhan untuk Seru-seruan dengan Teman, Bagaimana Islam Memandangnya?

Terkadang seseorang melakukan taruhan dengan teman untuk seru-seruan.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Taruhan (ilustrasi). Terkadang orang melakukan taruhan untuk bersenang-senang.
Foto: dok. Pixabay
Taruhan (ilustrasi). Terkadang orang melakukan taruhan untuk bersenang-senang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menghidupkan suasana, orang-orang sering kali melakukan berbagai kegiatan seru saat berkumpul dengan teman. Salah satu kegiatan yang kerap dianggap dapat meramaikan suasana adalah bertaruh.

Berbeda dengan judi yang kerap mempertaruhkan uang dalam jumlah besar, taruhan untuk bersenang-senang yang dilakukan dengan teman biasanya tak melibatkan banyak uang. Tak jarang, taruhan yang dilakukan bersama teman untuk tujuan bersenang-senang sama sekali tak melibatkan uang.

Baca Juga

Sebagai contoh, dua orang teman memutuskan untuk melakukan sebuah pertandingan olahraga. Pihak yang kalah harus mendapatkan hukuman meminum espreso atau ekstrak kopi pahit yang sudah mereka beli sebelumnya.

Menurut Syekh Muhammad Ibn Adam, "taruhan" yang tak melibatkan uang seperti ini tidak termasuk ke dalam kategori taruhan atau judi yang dilarang dalam Islam. Yang terpenting, lanjut Syekh Ibn Adam, tak ada pihak yang dibahayakan atau dirugikan.

"Dalam kasus ini, kedua pihak hanya berjanji untuk minum kopi atau melakukan suatu hal bila dia kalah dalam permainan, jadi ini bukan bentuk perjudian," kata Syekh Ibn Adam, seperti dilansir IslamQA.

Akan tetapi, aktivitas ini bisa berubah menjadi haram bila pihak yang kalah diwajibkan mengeluarkan uangnya untuk membeli espresso atau hal lain yang dipertaruhkan. Dalam kondisi seperti ini, pertaruhan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai perjudian yang dilarang.

Lebih lanjut, Syekh Ibn Adam mengatakan jenis pertaruhan atau perjudian yang dilarang dalam Islam adalah pertaruhan yang melibatkan harta benda untuk hal yang tak bisa diduga hasil akhirnya. Pertaruhan ini dilarang karena bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, namun dengan risiko kehilangan harta bendanya sendiri.

"Allah maha mengetahui yang terbaik," ujar Syekh Ibn Adam.

Larangan bertaruh atau berjudi diatur dalam Islam bukan tanpa alasan. Larangan ini merupakan bentuk kasih sayang dari Allah SWT kepada umat Islam agar terhindar dari aktivitas yang merugikan diri sendiri serta orang lain.

"Judi telah lama dikenal sepanjang sejarah, sejak zaman dahulu. Fenomena perjudian merupakan gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan ragam permainannya saja," jelas Majelis Ulama Indonesia melalui laman resmi mereka, seperti dikutip oleh Republika.co.id pada Kamis (3/8/2023).

Setidaknya, ada empat macam kerugian dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas berjudi. Berikut ini adalah keempat kerugian tersebut:

1. Memicu permusuhan, kemarahan, hingga pembunuhan. Tak jarang, aktivitas berjudi membuat orang-orang melakukan hal yang dilarang seperti merampok atau bunuh diri karena mengalami kekalahan.

2. Membuat orang menjadi malas beribadah dan jenuh hatinya dari mengingat Allah. Kebiasaan bertaruh atau berjudi juga dapat membentuk tabiat yang jahat, pemarah, hingga enggan untuk mencari rezeki dengan jalan yang baik.

3. Menimbulkan kemiskinan. Tak jarang, orang-orang harus menanggung kekalahan besar saat berjudi. Kekalahan tersebut mungkin membuat orang tersebut harus kehilangan seluruh hartanya atau bahkan terlilit utang.

4. Merusak rumah tangga. Orang-orang bisa mempertaruhkan semua harta miliknya untuk berjudi tanpa memikirkan nasib keluarganya. Seorang suami misalnya, bisa dengan mudah menggunakan seluruh uangnya untuk berjudi dan mengabaikan kewajibannya dalam menafkahi serta memenuhi kebutuhan istri serta anaknya. Bahkan terkadang, orang yang berjudi bisa membuat pasangan atau anak mereka sebagai bahan taruhan.

"Kedudukan harta manusia dalam Islam adalah sesuatu yang terhormat. Dilarang mengambil semena-mena, kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan, atau dalam bentuk pemberian dengan suka rela," ujar MUI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement