REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menerima laporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terhadap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait polemik penetapan status tersangka Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi. Aduan itu pun akan dipelajari lebih dahulu oleh Dewas.
"Ya nanti kami pelajari," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean kepada wartawan, Jumat (4/8/2023). Meski demikian, Tumpak enggan berkomentar lebih jauh mengenai laporan ini.
Secara terpisah, Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris juga menyampaikan hal senada. Ia menyebut, pihaknya masih mempelajari laporan yang dilayangkan oleh MAKI.
"Itu kita terima pengaduan oleh MAKI pada Pak Alex (Alexander Marwata). Dewas masih mempelajarinya," ujar Syamsuddin.
Sebelumnya, MAKI melaporkan Alexander Marwata ke Dewas KPK. Aduan ini dilayangkan buntut polemik penetapan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan bawahannya Letkol Afri Budi Cahyanto.
“Pak Alexander Marwata telah melakukan tindak di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA,” kata kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho kepada wartawan di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2023).
MAKI menilai, tindakan Alex diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, jelas Kurniawan, surat perintah penyidikan (sprindik) Henri dan Afri tidak diterbitkan KPK, melainkan oleh Puspom TNI lantaran mereka merupakan prajurit aktif.
“Tidak bisa dilakukan tanpa ada sprindiknya itu. Karena melanggar hak asasi manusia,” jelas Kurniawan.
Selain itu, sambung dia, aduan ini juga disampaikan ke Dewas karena KPK dinilai seolah tidak berkoordinasi dengan pihak TNI. Seharusnya, kata Kurniawan, koneksitas KPK dan TNI dilakukan sebelum operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.
“Itu poin utama yang kami laporkan ke Dewas terhadap Bapak Alexander Marwata,” ungkap Kurniawan.