REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter konselor laktasi lulusan Universitas Padjadjaran dr Fitra Sukrita Irsal, dr, IBCLC menyarankan ada lemari es untuk menyimpan ASI dan wastafel untuk mencuci peralatan memompa ASI di ruangan menyusui atau laktasi kantor.
Fitra yang berpraktik di RS Pondok Indah - Pondok Indah, mengatakan, setidaknya perlu disediakan perusahaan berskala besar dan memiliki jumlah karyawan yang sudah relatif banyak.
"Perusahaan berbeda-beda, ada yang skala kecil, besar, itu disesuaikan apakah berupa ruang menyusui secara khusus," kata Fitra, dikutip Sabtu (5/8/2023).
Sementara pada perusahaan skala kecil, juga bisa disesuaikan dengan kemampuannya, misalnya sudut ruangan yang cukup tertutup dan privat untuk digunakan sebagai tempat ibu menyusui atau memerah ASI. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 menyebutkan standar ruang laktasi antara lain ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 meter dan atau disesuaikan dengan jumlah karyawan perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci dan mudah dibuka dan tutup, lantai bisa keramik, semen atau karpet.
Kemudian, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk polusi, penerangan ruangan yang cukup dan tersedia wasfafel dengan air mengalir untuk mencuci tangan dan peralatan.
Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja sekurang-kurangnya terdiri atas peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar. Kemudian, lebih rinci mengenai peralatan di ruang laktasi, selain lemari pendingin, setidaknya diperlukan juga gel pendingin, tas untuk membawa ASI perahan dan sterilizer botol ASI.
"Memang sebaiknya setiap perusahaan menyediakan tempat untuk menyusui atau memompa ASI, sesuai dengan kemampuannya masing-masing," kata Fitra.
Fitra berpendapat, sejak hamil, para karyawan perempuan perlu mempersiapkan diri dengan matang, bukan hanya tentang kehamilan dan persalinan, tetapi juga galangan dukungan dari atasan atau rekan kerja misalnya berdiskusi tentang apa yang diperlukan untuk mendukung kegiatan memompa ASI saat di tempat kerja.
"Semakin cepat bangun diskusi dengan atasan atau rekan kerja, mungkin akan semakin mereka lebih menyiapkan fasilitas untuk membantu ibu," ujar dia.
Fitra menambahkan, karyawan perempuan yang mendapat dukungan menyusui dari kantornya sehingga mampu menyusui bayinya sesuai rekomendasi pakar kesehatan pada akhirnya memberikan manfaat bagi perusahaan. Manfaat ini, yakni jarang absen akibat bayi sakit sehingga biaya untuk perawatan dari perusahaan akan berkurang dan karyawan akan lebih loyal pada perusahaan.