REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Basarnas pada Jumat (4/8/2023). Dari penggeledahan itu, tim menemukan dua boks dan satu koper bukti yang diduga berkaitan dengan kasus suap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.
"Selesai penggeledahan, kedua tim penyidik dari Puspom TNI dan KPK tersebut membawa dua box dan satu koper barang bukti,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda Julius Widjojono dalam keterangan tertulisnya, Jumat malam.
Julius mengatakan, boks dan koper itu selanjutnya dibawa ke masing-masing kantor penyidik, baik ke Puspom TNI maupun ke KPK setelah dibuatkan berita acara penyitaannya. Dia mengungkapkan, semua ruangan di Kantor Basarnas yang dinilai terkait dengan kasus ini diperiksa oleh Penyidik KPK maupun Puspom TNI.
Dia menambahkan, penggeledahan ini menjadi bukti komitmen TNI dan KPK dalam mengusut kasus suap tersebut. "Penggeledahan yang dilakukan secara bersama-sama oleh Penyidik Puspom TNI dan KPK menunjukkan sinergitas kedua lembaga itu dalam mengungkap kasus suap di Basarnas," ujar Julius.
Sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap pengadaan barang di Basarnas pada Selasa (25/7/2023). Koorsmin Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto terjaring dalam operasi senyap tersebut. Hingga akhirnya menyeret nama Marsdya Henri dan keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI.
Dalam kasus ini total ada lima tersangka. Tiga tersangka merupakan pemberi suap kepada Henri melalui bawahannya, yakni Letkol Afri Budi Cahyanto. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya dan Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
KPK telah menahan ketiga tersangka dari pihak swasta selaku penyuap. Sedangkan proses hukum Marsdya Henri dan Letkol Afri ditangani oleh Puspom TNI lantaran masih menjadi prajurit aktif saat terlibat kasus suap. Keduanya kini sudah ditahan di instalasi tahanan militer di Puspom TNI AU.
Henri diduga mendapat fee 10 persen dari berbagai proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Dia mengantongi uang suap hingga mencapai Rp 88,3 miliar. Henri menentukan langsung besaran fee tersebut. Uang yang diserahkan disebut sebagai dana komando atau dako.
Rinciannya, Mulsunadi memerintahkan Marilya menyerahkan duit sebesar Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap, Jakarta Timur. Sedangkan dari Roni menyerahkan Rp 4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.