Sabtu 05 Aug 2023 15:29 WIB

Masjid di Jerman Terima Surat Ancaman

Surat itu tak hanya berisikan ancaman, tapi juga berisi penghinaan terhadap Islam

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Masjid Eyup Sultan mendapat surat ancaman. Surat tersebut tak hanya berisikan ancaman, tetapi juga berisi penghinaan terhadap agama Islam.
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Masjid Eyup Sultan mendapat surat ancaman. Surat tersebut tak hanya berisikan ancaman, tetapi juga berisi penghinaan terhadap agama Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sebuah masjid di Jerman dilaporkan menerima surat berisi ancaman. Surat itu ditujukan ke Masjid Eyup Sultan yang berlokasi di kota Bramsche, negara bagian Lower Saxony, pada Jumat (4/8/2023).

"Teruskanlah seperti ini. Apa yang kami lakukan pada orang Yahudi, akan kami lakukan juga padamu. Hari itu tidak lama lagi," berikut tulisan yang ada di surat tersebut.

Baca Juga

Dilansir di TRT World, Sabtu (5/8/2023), surat tersebut tak hanya berisikan ancaman, tetapi juga berisi penghinaan terhadap agama Islam.

Presiden masjid yang berafiliasi dengan Persatuan Islam Turki untuk Urusan Agama (DITIB), Ahmet Irmak, mengatakan masjid lain di wilayah tersebut juga menerima surat ancaman awal pekan ini. Kedua surat itu disegel dengan NSU 2.0. Hal ini mengacu pada kelompok neo-Nazi, yang bertanggung jawab atas serangkaian kasus pembunuhan.

Irmak menyebut, surat dengan isi yang sama telah dikirimkan kepada mereka sekitar setahun yang lalu melalui pos. Terkait ancaman yang ada di dalamnya, ia pun merasa prihatin. Ia meminta pihak berwenang agar dapat memperhatikan insiden ini dengan serius. Tidak hanya itu, Irmak juga mengatakan pihak masjid telah mengajukan pengaduan pidana ke polisi setempat.

Setidaknya 35 masjid di Jerman dilaporkan menghadapi serangan tahun lalu. Menurut DITIB, mayoritas serangan ini dimotivasi oleh sentimen anti-Muslim dan ekstremisme sayap kanan di negara tersebut.

Brandeilig, sebuah inisiatif dari kelompok hak asasi FAIR International, dengan cermat mendokumentasikan sekitar 840 insiden terjadi antara tahun 2014 dan 2022. Peringatan ancaman itu muncul setelah serangkaian tindakan penodaan Alquran di Swedia dan Denmark. Aksi ini menuai kecaman luas dari dunia Muslim.

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) juga termasuk yang menyuarakan "kekecewaan" atas tanggapan otoritas Swedia dan Denmark. Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, meminta kedua negara mencegah penodaan Alquran di kemudian hari.

Organisasi Islam global ini juga kecewa, karena sejauh ini tidak ada tindakan yang diambil terkait hal tersebut.

"Sangat disayangkan otoritas terkait yang mengklaim kebebasan berekspresi, terus memberikan izin mengulangi tindakan tersebut yang bertentangan dengan hukum internasional. Hal ini menyebabkan kurangnya rasa hormat terhadap agama,” kata Taha.

OKI, yang beranggotakan 57 negara berbasis di Jeddah, diketahui melakukan sesi virtual luar biasa untuk Dewan Menteri Luar Negeri Negara Anggota (CFM) pada Senin kemarin. Hal ini berlangsung atas permintaan Arab Saudi dan Irak, untuk mengatasi insiden berulang penodaan dan pembakaran salinan Alquran di Swedia dan Denmark.

Setelah pertemuan itu berakhir, OKI mengatakan Taha akan memimpin delegasi ke Uni Eropa. Langkah ini diambil untuk mendesak para pejabat di sana mengambil langkah-langkah yang diperlukan, terutama mencegah terulangnya tindakan kriminal semacam itu dengan dalih kebebasan berekspresi.

Tidak hanya itu, organisasi tersebut juga meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, untuk menunjuk pelapor khusus yang bertugas memerangi Islamofobia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement