Sabtu 05 Aug 2023 21:04 WIB

Perundungan Hingga Seks Bebas Masih Marak di Sekolah, Kemana Pencapaian Nawacita?

Mata rantai perundungan di sekolah seakan tak pernah terputus

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Nashih Nashrullah
Pelajar SMA PGRI 3 Surabaya membawa poster saat kegiatan kampanye gerakan anti perundungan (bullying). (ilustrasi)
Foto: Antara/Moch Asim
Pelajar SMA PGRI 3 Surabaya membawa poster saat kegiatan kampanye gerakan anti perundungan (bullying). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang Januari-Juli 2023 ada 16 kasus perundungan di satuan pendidikan, di mana empat di antaranya terjadi pada Juli 2023. Dari kasus-kasus yang terjadi, mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

“Dari 16 kasus tersebut, empat di antaranya terjadi pada bulan Juli 2023, saat tahun ajaran 2023/2024 belum berlangsung satu bulan. Dari 16 kasus perundungan di satuan pendidikan, mayoritas terjadi dijenjang pendidikan SD dan SMP sebanyak masing-masing 25 peren, SMA 18,75 persen dan SMK 18,75 persen. Sedangkan di MTs 6,25 persen dan pondok pesantren 6,25 persen,” ujar Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, kepada Republika.co.id, Sabtu (5/8/2023).

Baca Juga

Adapun empat kasus yang terjadi selama Juli 2023, yaitu perundungan terhadap 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur mengalami kekerasan fisik karena terlambat ke sekolah Kekerasan fisik berupa dijemur dan ditendang itu dilakukan oleh kakak kelas yang sudah duduk di bangku SMA/SMK.

Kasus lain terjadi di salah satu SMAN di kota Bengkulu, di mana seorang siswi yang didagnosa autoimun mengalami perundungan dari empat guru dan sejumlah teman sekelasnya. Lalu, kasus penusukan siswa korban bully ke  siswa yang diduga kuat kerap membully di salah satu SMA di Samarinda sangat mengejutkan publik.

Catatan terakhir adalah kejadian di Rejang lebong, Bengkulu. Di mana seorang guru olahraga yang menegur peserta didik karena kedapatan merokok, si guru sempat menendang anak yang merokok tersebut, orang tua si anak tidak terima dan membawa ketapel ke sekolah lalu menyerang mata si guru hingga pecah dan mengalami kebutaan permanen.

“Jumlah korban perundungan di satuan pendidikan total 43 orang yang terdiri dari 41 peserta didik dan dua guru. Adapun pelaku perundungan didominasi peserta didik yaitu sejumlah 87 peserta didik (92,5 persen), sisanya dilakukan lima pendidik, satu orang tua peserta didik, dan satu kepala madrasah,” jelas dia. 

Dari 16 kasus perundungan di satuan pendidikan, sebagian besar kasus perundungan terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek, yakni sebesar 87,5 persen, dan satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama hanya 12,5 persen. Meskipun hanya dua kasus perundungan, tapi korban mencapai 16 peserta didik. 

Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mempertanyakan pencapaian program pemerintah di bidang pendidikan, khususnya Nawacita berbasis pendidikan karakter yang tertuang di Perpres dan Kepmendikbud RI terkait visi pendidikan karakter.   

“Buktinya perundungan di kalangan pelajar malah semakin marak terdengar, dan pelakunya merata dari beragam strata sosial, di mana keseriusan pejabat terkait?” ujar Fikri di Jakarta, Sabtu (5/8/2023).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement