REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan laba perbankan pada semester II 2023 masih akan terus tumbuh. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae optimistis hal tersebut masih akan terjadi seiring dengan proyeksi positif lainnya.
“Laba perbankan diperkirakan masih akan tumbuh seiring dengan proyeksi peningkatan kredit,” kata Dian, Sabtu (5/8/2023).
Dia menjelaskan, saat ini pencadangan atas credit loss sudah dilakukan bank secara bertahap. Hal tersebut dilakukan sejak dimulainya kebijakan restrukturisasi kredit pada awal 2020 hingga saat ini. Dian menuturkan, restrukturisasinya hanya untuk sektor dan wilayah tertentu.
“Sehingga pembentukan cadangan tidak akan mengganggu tren peningkatan laba perbankan,” ucap Dian.
Dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK Juli 2023 pada Kamis (3/8/2023), Dian memastikan kualitas kredit juga masih terjaga dengan rasio NPL net perbankan stabil di level 0,77 persen pada Juni 2023 dan NPL gross turun menjadi 2,44 persen. Sementara, pemulihan yang terus berlanjut di sektor riil juga mendorong penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 11,03 triliun menjadi Rp 361,04 triliun dengan jumlah nasabah turun 70 ribu menjadi 1,57 juta nasabah.
Dia menambahkan, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted untuk segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit atau pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024 adalah 45,2 persen dari total porsi kredit restrukturisasi Covid- 19. Angka tersebut menunjukan sebesar Rp 163,3 triliun.
Secara tahunan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2023 menjadi 5,79 persen atau menjadi sebesar Rp 8.042 triliun. “Ini dengan pertumbuhan terendah pada tabungan di level 2,97 persen secara tahunan,” ucap Dian.
Pada Juni 2023, kredit tumbuh sebesar 7,76 persen secara tahunan menjadi Rp 6.656 triliun dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 9,60 persen. Per jenis kepemilikan, Dian menyebut, pertumbuhan kredit Bank BUMN tumbuh tertinggi yaitu sebesar 8,30 persen secara tahunan.
Sementara itu, risiko pasar juga relatif rendah ditinjau dari Posisi Devisa Neto (PDN) tercatat stabil rendah sebesar 1,50 persen pada Juni 2023. Dia menuturkan, angka tersebut masih jauh di bawah threshold 20 persen.
Selanjutnya, risiko yang terkait dengan suku bunga juga melandai seiring dengan mulai melandainya yield SBN karena semakin terbatasnya ruang kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di AS. Untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin timbul ke depan, kondisi industri perbankan tercatat cukup resilien dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan sebesar 25,41 persen.
“Di tengah pelemahan demand global, sektor perbankan Indonesia tetap resilien dengan fungsi intermediasi yang terjaga serta ditopang permodalan yang memadai,” ungkap Dian.