Ahad 06 Aug 2023 14:04 WIB

Pariwisata Qatar Maju Pesat Seusai Hubungannya dengan Saudi dan UEA Membaik

Qatar dan Saudi menguatkan hubungan diplomasi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi warga Qatar dan Saudi bersorak menyaksikan pertandingan sepak bola.
Foto: AP/Aijaz Rahi
Ilustrasi warga Qatar dan Saudi bersorak menyaksikan pertandingan sepak bola.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Sektor pariwisata Qatar meningkat drastis sejak menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Banyak warga dari negara lain yang berdatangan ke Qatar. Mereka berasal dari negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Masuknya arus baru menunjukkan bahwa Doha, ibu kota negara Timur Tengah ini, semakin kompetitif dengan pusat wisata yang lebih tradisional, seperti Dubai dan Manama, ibu kota Uni Emirat Arab dan Bahrain, atau Musim Riyadh, festival olahraga dan hiburan Saudi.

Baca Juga

Bahkan pada 2023, sumber resmi memproyeksikan peningkatan 347 persen jumlah kedatangan wisatawan asing dari tahun 2022. Pertumbuhan ini sebagian disebabkan oleh sejumlah faktor.

Pertama yaitu diselenggarakannya serangkaian festival dan perkembangan wisata yang baru diselenggarakan, termasuk Lusail Winter Wonderland di Lusail City, 8 mil sebelah utara Doha.

Faktor lain ialah hubungan diplomatik yang baru-baru ini membaik antara Qatar dan tetangganya turut membantu meningkatkan pariwisata. Pada 2017, Bahrain, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab memutuskan hubungan diplomatik dan memblokir jaringan transportasi dengan Doha, dengan alasan bahwa penguasanya mendukung terorisme.

Kebuntuan diplomatik berakhir pada awal 2021. Kuwait dan AS membantu menengahi perjanjian Al-Ula, yang menormalkan hubungan antara Qatar, Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab, bersama dengan beberapa negara lain, termasuk Mesir dan Yordania.

Rashid Khalid, seorang warga Bahrain, mengatakan dia tidak menginjakkan kaki di Doha dari 2017 hingga Januari 2023. Namun, sejak itu, dia telah mengunjungi enam kali, memanfaatkan kedekatan kota itu dengan rumahnya. "Hanya empat jam dari Bahrain dengan mobil atau 450 kilometer," kata Khalid, dilansir Jerusalem Post, Ahad (6/8/2023).

Khalid mengapresiasi tempat wisata Doha yang banyak berubah dibandingkan masa lalu. "Saya mencintai Doha sekarang. Doha dirancang agar sesuai dengan pelancong dari negara-negara GCC dan disesuaikan dengan selera dan budaya Teluk, terutama yang berkaitan dengan cuaca panas," ujarnya.

Dia juga sangat antusias dengan jalan-jalan dan infrastruktur Doha, yang menjadi sangat luas dan nyaman bagi para wisatawan. Dalam kasusnya, mengunjungi kerabat di ibu kota negara adalah bonus.

Upaya serius telah dilakukan untuk mengembangkan infrastruktur negara dalam beberapa tahun terakhir, meskipun terjadi perpecahan diplomatik pada 2017-2021 dan penutupan perbatasan dengan Arab Saudi, satu-satunya jalan keluarnya.

Negara ini telah meluncurkan beberapa proyek wisata besar, termasuk kompleks Kota Lusail. Perkembangan ini membanggakan pulau, jalan raya, dan berbagai kegiatan wisata. Perkembangan baru lainnya adalah proyek Msheireb di pusat kota Doha, kompleks ritel, budaya, dan bisnis dengan AC luar ruangan dan jalan setapak.

Pengembang telah merancang kawasan lain untuk memenuhi minat wisata khusus, termasuk kegiatan budaya, sejarah, biologi kelautan, lingkungan alam, dan olahraga. Transportasi umum juga merupakan nilai tambah. Doha sekarang dilayani oleh metro baru, diresmikan pada 2019, dan jaringan bus umum yang luas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement