Ahad 06 Aug 2023 17:19 WIB

Muslim Denmark Desak Pemerintah tak Jadikan Penistaan Agama Sebagai Kebebasan Berbicara

Pemerintah Denmark tengah mencari cara menghukum penista kitab suci.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Komunitas Muslim Denmark mendesak pemerintah untuk mengambil langkah hukum yang lebih luas terkait penistaan terhadap kitab suci agama.
Foto: EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Komunitas Muslim Denmark mendesak pemerintah untuk mengambil langkah hukum yang lebih luas terkait penistaan terhadap kitab suci agama.

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Komunitas Muslim Denmark mendesak pemerintah untuk mengambil langkah hukum yang lebih luas terkait penistaan terhadap kitab suci agama. Langkah ini menyusul sejumlah aksi pembakaran kitab suci Alquran oleh kelompok sayap kanan Denmark, yang memicu reaksi keras dari negara-negara Muslim dan umat Islam di seluruh dunia.

Para pemimpin komunitas Muslim Denmark menyambut baik niat pemerintah untuk mencari cara menghukum pelaku penistaan kitab suci. Namun langkah ini tidak cukup untuk mengatasi masalah yang jauh lebih besar dalam masyarakat Denmark.

Baca Juga

"Faktanya, seluruh fenomena ini dimulai dari Denmark.  Selama bertahun-tahun, kami telah mencoba meyakinkan politisi bahwa tindakan ini seharusnya tidak menjadi bagian dari masyarakat demokratis, tetapi entah bagaimana kami tidak berhasil," kata juru bicara Persatuan Muslim Denmark (DMU), Urfan Zahoor, dilaporkan Anadolu Agency, Sabtu (5/8/2023).

Zahoor mengatakan, setiap masyarakat dan negara memiliki batasan masing-masing terkait kebebasan berbicara. Menurutnya, ada negara yang melarang penghinaan terhadap raja atau ratu, serta melarang pembakaran bendera negara asing.

“Setiap negara memutuskan sendiri apa yang baik untuk masyarakat mereka. Kami ingin meyakinkan orang-orang bahwa masyarakat Denmark yang menjadi bagian dari kami harus berkembang menjadi masyarakat di mana tidak ada kelompok minoritas yang menjadi sasaran," ujar Zahoor.

Kelompok ultranasionalis Danske Patrioter, atau Patriot Denmark, telah melakukan aksi pembakaran dan penistaan terhadap Alquran di depan kedutaan Turki, Irak, Mesir, Arab Saudi, dan Iran di bawah perlindungan polisi Denmark. Pemerintah Denmark  mengisyaratkan kemungkinan perubahan hukum untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Pemerintah mengatakan, mereka terbuka untuk mengeksplorasi cara hukum dalam situasi khusus di mana negara, budaya, dan agama lain direndahkan. Hal ini untuk mencegah konsekuensi yang membahayakan kedudukan internasional Denmark dan mengancam keamanan nasionalnya.

Pembakaran adalah tindakan yang....

 

"Pembakaran adalah tindakan yang sangat ofensif yang dilakukan oleh beberapa individu (yang) tidak mewakili nilai-nilai yang dibangun masyarakat Denmark. Kami menjajaki kemungkinan campur tangan dalam situasi khusus, tetapi hanya dalam kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi," ujar Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen.

Dalam komentarnya kepada surat kabar lokal minggu ini, Perdana Menteri Mette Frederiksen mengatakan, langkah-langkah untuk melarang penodaan kitab suci Alquran atau kitab suci lainnya tidak akan membatasi kebebasan berekspresi di negara tersebut.

Namun, jalan menuju perubahan itu tetap dipenuhi rintangan politik maupun sosial. Setidaknya tujuh pihak menentang langkah-langkah yang menurut mereka akan melanggar kebebasan berbicara dan berekspresi.

Partai-partai tersebut mencakup kekuatan dari kedua sisi spektrum politik Denmark, mulai dari sayap kanan Nye Borgerlige hingga Aliansi Merah-Hijau sayap kiri. Dalam pernyataan bersama, mereka bersumpah untuk memperjuangkan kebebasan sipil Denmark yang mendasar. Mereka menegaskan bahwa kebebasan ini harus selalu lebih penting daripada dogma agama. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement