REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Seleksi Bawaslu kabupaten/kota Jawa Barat memasuki tahap akhir dengan pengumuman tes kesehatan dan wawancara. Hasilnya, dari 87 peserta perempuan, tersisa 37 dari jumlah 254 calon anggota Bawaslu yang lolos.
Artinya, cuma tersisa sekitar 14,6 persen perempuan. Pengamat politik, Yusfitriadi menilai, hasil ini jauh dari komitmen melaksanakan berbagai peraturan perundangan yang mensyaratkan 30 persen representasi perempuan.
"Ini memprihatinkan bagi publik karena Bawaslu inkonsisten melaksanakan afirmasi action bagi perempuan. Sangat ironis dan timbulkan pertanyaan inkonsistensi Bawaslu dalam keberpihakannya terhadap kaum perempuan," kata Yus, Ahad (6/8).
Ia mengingatkan, dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, Pasal 92 ayat ( 11 ) setiap anggota Bawaslu baik provinsi dan kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan perempuan. Paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
Diperkuat Peraturan Bawaslu 10/2012, Pasal 41 2 nama-nama calon anggota sebagaimana dimaksud ayat 1 paling sedikit 6 orang. Dengan komposisi memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.
Diperjelas pedoman pembentukan anggota bawaslu 2023-2028. Tim seleksi melakukan pleno menetapkan dua kali kebutuhan bagi calon anggota kota kabupaten memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
"Meski amanat UU jelas agar memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen, namun pada kenyataannya amanat itu tidak dijalankan oleh tim seleksi calon Bawaslu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat," ujar Yus.
Yus turut mengkritisi program pendidikan pengawasan partisipatif. Ini amat ironis dengan hasil seleksi Bawaslu kabupaten/kota di Jawa Barat. Selain itu, ia mengkritisi Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP).
Masif dilakukan di Indonesia, bisa dibayangkan berapa jumlah alumni yang sudah dilahirkan program ini. Namun, ke mana alumni-alumni SKPP, apakah tidak berminat atau memang tidak diakomodir tim seleksi atau Bawaslu.
"Dengan alasan apapun, sungguh sangat ironis," kata Yus.
Kondisi ketiadaan representasi kalangan perempuan tentu saja bukan hanya dialami kabupaten/kota di Jawa Barat. Namun, Yus merasa, Bawaslu RI tampaknya seakan tidak menjadikan isu perempuan ini sebagai isu utama.
Buktinya, kondisi ini jalan terus dan sampai pimpinan Bawaslu provinsi, kabupaten/kota dilantik oleh Bawaslu RI. Sikap yang sama akan terjadi di Bawaslu kabupaten/kota di Jabar yang tidak ada kalangan perempuannya.
Mulai dari Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Subang dan Kota Banjar. Yus menegaskan, sebagai masyarakat tentu perlu mengingatkan komitmen Bawaslu atas keterwakilan perempuan.
"Harapannya, Bawaslu RI bisa menganulir hasil tes wawancara dan kesehatan pada lima kabupaten/kota tersebut untuk mengakomodir kaum perempuan," ujar Yus.