REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gelaran Republika Festival Hijriah datang ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Jogja Expo Center (JEC), Senin (7/8/2023) ini. Setelah sukses digelar di tujuh kota di Indonesia sebelumnya, acara ini berlanjut ke DIY, kemudian penutupan nantinya digelar di Surabaya pada 10 Agustus 2023.
Di JEC, festival ini mendatangkan Ustaz Wijayanto untuk memberikan tausiyahnya. Acara turut menampilkan parade seni dan budaya dari Muslim Xinjiang, serta bazaar UMKM.
Ustaz Wijayanto pun mengapresiasi digelarnya festival ini, yang menurutnya acara tersebut menjadi sangat penting untuk momen Hijriah khususnya bagi umat Islam. Pasalnya, penanggalan dalam Islam menggunakan penanggalan Hijriah.
"Ibadah kita pakai pandangan Hijriah, maka ini sangat penting. Sementara, kita lebih tersosialisasi untuk orang Islam lebih mengerti Masehi daripada Hijriah," kata Uztaz Wijayanto kepada Republika, Senin (7/8/2023).
Menurut dia, hikmah dengan menggunakan penanggalan Hijriah yakni agar ada dinamika. Contohnya dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, yang mana tiap tahunnya tidak selalu dilaksanakan dalam bulan yang sama pada penanggalan Masehi.
"Sehingga kalau kita puasa tidak mesti (selalu) Agustus, tidak mesti (selalu) Juli, sehingga puasa ini ada dinamikanya. Kadang musim panas, kadang musim dingin," kata Ustaz Wijayanto menegaskan.
Selain itu, menurutnya festival ini juga memahamkan bahwa hijrah itu suatu keniscayaan. Ustaz Wijayanto menyebut ada dua hijrah yakni hijrah makaniyah (hijrah tempat/fisik) dan hijrah maknawiyah (hijrah mental).
"Hijrah makaniyah yang dia harus pindah secara fisik, misalnya disitu berbahaya secara jiwa, berbahaya tidak dapat harta, berbahaya terhadap kehormatan, berbahaya terhadap nyawa, dia harus hijrah, wajib itu hijrah," ungkapnya.
Meski begitu, Ustaz Wijayanto juga menekankan pentingnya hijrah maknawiyah. Hijrah ini dimaknai dengan hijrah menuju perbaikan atau menuju perubahan yang lebih baik.
"Perubahan itu hijrah, metamorfosa itu hijrah, maka hijrah adalah sebuah keniscayaan, konsekuensi dari orang Islam. Intinya ke sana, jadi dari jelek menuju baik itu hijrah, dari nakal menuju taat, dari klitih menjadi ibadah, dari korupsi menjadi orang yang jujur itu hijrah. Inti dari hijrah itu, perubahan menuju lebih baik," jelas dia.
Ustaz Wijayanto juga mengapresiasi adanya parade seni dan budaya yang akan ditampilkan oleh Muslim Xinjiang. Menurutnya, seni dan budaya tersebut merupakan bagian dari suatu kehidupan, yang menjadikan hidup lebih indah dengan seni.
"Bayangkan kalau hidup ini tanpa seni, orang baca Quran saja perlu seni, perlu suara yang merdu," katanya.
Parade seni dan budaya yang dikolaborasikan dengan tausiah dalam Festival Hijriah Republika, dinilai menjadi perpaduan yang sangat penting. Dengan seni yang menjadikan hidup lebih indah, dan dengan ilmu (tausiah) menjadikan hidup lebih mudah karena ilmu merupakan asas agama.
"Selanjutnya, dengan agama hidup itu jadi terarah. Jadi dengan seni hidup jadi indah, dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan agama hidup jadi terarah," ujar Ustaz Wijayanto.
Wakil Pemimpin Redaksi Republika, Nur Hasan Murtiaji mengatakan, Festival Hijriah digelar sebagai momentum untuk mengingat perjalanan waktu dan peradaban umat Islam. Selain menampilkan tausiah dari para ustaz, Festival Hijriah dimeriahkan dengan pertunjukan seni budaya Muslim Xinjiang dan bazaar UMKM.
"Untuk memeriahkan kita menghadirkan pertunjukan yang mungkin bisa membuka perspektif lain, yaitu pertunjukan seni budaya Muslim Xinjiang. Ini perlu kita hadirkan karena selama ini orang banyak berbicara tentang Muslim Xinjiang dengan segala macam perspektifnya. Kita coba mengangkat perspektif yang lain, yaitu dari seni dan budaya dan mudah-mudahan ini sekaligus menjadi pintu dialog antara kita dengan Muslim Xinjiang untuk bisa saling silaturahmi dan tukar informasi," kata Hasan.
Di JEC nanti, Ustaz Wijayanto akan hadir memberikan tausiah mengenai makna hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. "Kita resapi nanti ceramah dari Ustaz Wijayanto yang memberikan pencerahan dari sisi lain apa itu makna pergantian tahun baru hijriyah bagi umat Islam," jelasnya.
Seperti diketahui, Republika menggelar Festival Hijriah yang bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok (KIKT). Acara ini digelar di sembilan kota di Indonesia, yang mana acara di DIY digelar pada Senin 7 Agustus di JEC.
Festival Hijriah ini dimeriahkan dengan penampilan parade seni dan budaya dari Muslim Xinjiang oleh kelompok seni Art Troupe Performance. Para undangan akan dipukau oleh hiburan lewat ragam lagu, seni tari, opera hingga akrobat.
Kelompok seni Art Troupe Performance akan membuka pertunjukan dengan tarian dan tabuhan rebana yang merepresentasikan berbagai kelompok etnis di Xinjiang. Penyanyi solo lelaki akan menyuguhkan nyanyian kumpulan lagu-lagu klasik sebagai simbol yang menunjukkan kualitas keramahan orang Tionghoa dari semua kelompok etnis.
Tak ketinggalan, para penampil akan mempertontonkan seni daerah tarian 'Jula' dari 12 Muqam Uighur. Adapun terjemahan kata Jula dari bahasa Uighur berarti mutiara yang bersinar, sedangkan Muqam adalah seni pertunjukan suku Uighur yang mirip dengan opera, menggabungkan antara musik tradisional, lagu, dan drama.
Pada 2005, seni klasik ini masuk Daftar Perwakilan Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh UNESCO. Karya seni ini masuk dalam gelombang pertama Daftar Item Perwakilan Budaya Tak benda Nasional pada 2006.
Kelompok seni Art Troupe Performance juga menyiapkan pertunjukan akrobat bola kristal yang akan mengombinasikan seni dan beragam permainan. Untuk menghangatkan suasana, mereka juga menyiapkan beberapa lagu rakyat (folksong) yang terkenal di Indonesia.
Xinjiang yang merupakan provinsi di wilayah barat laut China, sejak lama dikenal sebagai titik bertemunya berbagai kebudayaan dari beragam suku bangsa. Hal ini menjadikan Xinjiang mempunyai budaya, khususnya dalam seni tari, yang unik.
Masyarakat Xinjiang dikenal sangat menggemari seni tari dan nyanyi. Di Xinjiang, mudah ditemukan pentas seni tari dan panggung untuk bernyanyi, mulai dari pusat-pusat wisata, pasar tradisional, hingga permukiman warga. Seni tari dan nyanyi khas Xinjiang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Mahakarya Budaya Lisan dan Tak Bendawi untuk Kemanusian.