Senin 07 Aug 2023 11:49 WIB

Curahan Hati Putri Panji Gumilang Sikapi Penangkapan Kasus Penistaan Agama

Panji Gumilang ditetapkan tersangka kasus penistaan agama

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang akan kembali diperiksa oleh Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana pencucian uang.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang akan kembali diperiksa oleh Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana pencucian uang.

Oleh : Anis Khairunnisa, putri Panji Gumilang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang berjalan saat akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/8/2023). 

Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah menetapkan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, sebagai tersangka kasus penistaan agama dan dilakukan penangkapan. Penetapan status ini dilakukan seusai Bareskrim Polri melakukan gelar perkara dan memiliki cukup alat bukti untuk menjadikan Panji Gumilang sebagai tersangka.

Baca Juga

“Hasil dalam proses gelar perkara, semua menyatakan sepakat untuk menaikkan Saudara PG sebagai tersangka dan selanjutnya pada pukul 21.15 WIB, penyidik langsung memberikan surat perintah penangkapan disertai penetapan sebagai tersangka,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (1/8/2023).

Dalam kasus ini Panji Gumilang disangkakan dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Perkuhap dengan ancamannya 10 tahun penjara. Kemudian, Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman enam tahun penjara dan Pasal 156A KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.

Salah satu putri Panji Gumilang, Anis Khairunnisa, mengungkapkan curahan hati (curhat) menyikapi penangkapan ayahandanya tersebut dalam akun media sosialnya. Republika.co.id telah mengonfirmasi dan meminta izin untuk mempublikasikannya sebagai berikut: 

Syaykh Panji Gumilang Jadi Tersangka Penodaan Agamanya Sendiri. 

Ini jelas kemunduran berpikir di dunia pendidikan dan kemunduran demokrasi. Kebebasan mengamalkan agamanya dilindungi oleh UU dan berbeda pendapat di negara yang menganut sistem demokrasi pasca reformasi 25 tahun lalu adalah angin segar, kini mulai terkikis semangatnya. 

Kami sedang khusuk, tenang beribadah sholat Idul Fithri. Dihina, dicaci dan dilecehkan karena barisan shof perempuan dan laki-laki sejajar, azdan tanpa lagu sampai salam berbahasa Ibrani.

Ingat ya kami tidak pakai Toa, pengeras suara yang keluar dari masjid. Jika kami gunakan Toa pengeras suara keluar, jangkauan suara bisa menjangkau kira-kira 5 km dari atas menara setinggi 201 meter. Namun itu tidak digunakan.

Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish 

Diskursus pemikiran agama dihukumi di negara yang bukan berlandaskan hukum agama tertentu.

Framing media tertentu semakin menjadi-jadi dan membabi buta tak terpuaskan, menjadi bulan-bulanan tidak berimbang dan sangat menyudutkan. Menghadirkan narsum yang sulit tervalidasi kebenarannya karena sepihak. Terus dikembangkan kepada konteks yang mengada-ada dan dijadikan ada, seolah masyarakat menonton film Zombie. Ini jelas mengkapitalisasi isue penodaan agama adalah hal yang sangat seksi ditengah keberagaman beragama. Apa motivasinya? 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement