Senin 07 Aug 2023 13:30 WIB

Masa Darurat Sampah Jadi Momentum untuk Bank Sampah di Bantul

Sudah banyak calon-calon nasabah baru yang datang ke bank sampah tersebut.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fernan Rahadi
Bungkusan sampah warga mulai menumpuk di salah satu titik luar Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Bungkusan sampah warga mulai menumpuk di salah satu titik luar Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Masa darurat sampah di DIY menjadi momentum penting untuk masyarakat lebih sadar dalam mengelola sampahnya sendiri. Keberadaan bank sampah dapat menjadi salah satu solusi bagi masalah ini.

Di Kabupaten Bantul, terdapat sebanyak 250 bank sampah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bank Sampah Gemah Ripah yang berlokasi di Jalan Urip Sumoharjo, Badegan, Kabupaten Bantul ini adalah pelopor bank sampah di DIY. Bank sampah ini berdiri sejak tahun 2008, bahkan menjadi percontohan bank sampah di seluruh Indonesia.

Baca Juga

Menurut Direktur sekaligus pendiri Bank Sampah Gemah Ripah, Bambang Suwerda, sejak masa darurat sampah akibat penutupan TPS Piyungan, sudah banyak calon-calon nasabah baru yang datang ke bank sampah tersebut.

"Banyak yang ingin menjadi nasabah kami, saat ini kami memiliki sekitar 2000 nasabah komunal dan individu," ujar Bambang Suwerda kepada Republika.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 persennya merupakan nasabah komunal, dan 80 persen adalah nasabah individu. Nasabah tersebut tidak hanya berasal dari DIY, tapi juga dari luar provinsi. Sedangkan jumlah mitra bank sampah ada sebanyak 1.155 dari seluruh Indonesia.

Seperti namanya yang menggunakan kata 'bank', Bank Sampah Gemah Ripah juga menggunakan buku dan nomor rekening, serta memiliki teller bank sampah. Bank sampah ini merupakan yang pertama di dunia yang mengadopsi metode tersebut dalam pengelolaan bank sampah.

Sama seperti bank pada umumnya, nasabah akan menabung, dalam hal ini menabung sampah anorganik. Berbagai jenis sampah anorganik yang diterima antara lain kategori plastik (plastik putih, jas hujan, kresek, dll), kertas, mainan campuran (ember, Aqua gelas, dll), besi (aluminium, seng, tembaga, baja), botol (beling, kaleng, dll), lain-lain (minyak jelantah, sandal, sepatu, lampu, helm, dll).

Untuk kategori sampah termahal yakni sampah tembaga dengan harganya Rp 45 ribu per kg. Beberapa harga lainnya yakni harga Aqua gelas bersih Rp 2.500 per kg, kertas arsip Rp 2.000 per kg, kardus Rp 1.200 per kg, ember putih Rp 2000 per kg, plastik putih dan kresek Rp 400 per kg, dan minyak jelantah Rp 2.500 per kg.

Menurut staf Bank Sampah, Kholifatun Annisa, dalam sebulan mereka bisa menerima sebanyak 1,2 ton sampah berbagai jenis. Nasabahnya pun beragam, mulai dari nasabah individu yang menyetor dalam jumlah sedikit, hingga mitra perusahaan yang mengirimkan sampah dalam jumlah besar.

"Seperti pabrik makanan hewan Royal Canin, kami bekerjasama dengan mereka dan mereka sering mengirimkan sampah karung dan kaleng," tutur Kholifatun.

Nantinya sampah-sampah organik tersebut ada yang diolah untuk menjadi kerajinan. Bank sampah ini bekerjasama dengan tujuh orang pengrajin dari warga sekitar. Kerajinan tersebut dijadikan untuk souvenir yang dijual kepada pengunjung yang datang untuk belajar mengenai bank sampah.

Sebagai pelopor bank sampah, Bank Sampah Gemah Ripah seringkali mendapatkan kunjungan, baik dari pemerintah hingga sekolah-sekolah yang ingin belajar mengenai pengelolaan sampah. Sebelumnya Wapres RI KH. Ma'ruf Amin pernah berkunjung, begitu pula rombongan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Menurut Kholifatun, rata-rata mereka bisa mendapatkan kunjungan sekitar 4-5 kali dalam sebulan. Untuk paket kunjungan harganya dimulai dari Rp 40 ribu hingga Rp 70 ribu. Ada pula paket penelitian dari Rp 250 ribu untuk KTI, hingga Rp 500 ribu untuk disertasi. Dari semua paket tersebut, pengunjung akan mendapatkan souvenir yang terbuat dari sampah anorganik seperti tas goodybag, bross bunga dan ecobrick. Tidak hanya itu, mereka juga membuka pelatihan pembuatan kerajinan dari bahan anorganik.

Selain sampah anorganik, bank sampah juga menerima sampah organik seperti daun-daun kering hasil sapuan jalanan. Ini merupakan kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul. Dalam sebulan DLH menyetor sekitar 22 karung, yang nantinya diproses menjadi 50 karung kompos.

"Kami jual harganya Rp 5.000 per kantong. Pembeli kompos ada dari DLH, ada dari tamu," tutur Kholifatun.

Staf bank sampah, Dyah Hapsari menambahkan, saat ini memang sudah banyak yang bertanya langsung dan via online mengenai kemungkinan untuk menjadi nasabah di sana.

Ia menjelaskan, untuk mendapatkan harga yang tertinggi, nasabah disarankan untuk memilah sampahnya terlebih dahulu. "Karena semakin terpilah akan semakin tinggi harganya," kata Dyah.

Nantinya sampah setoran nasabah akan dipilah lagi oleh sebanyak 3 orang staf. Dua orang bertugas memilah sampah anorganik, sedangkan satu orang yang mengubah sampah organik menjadi kompos. Kemudian pada masa panen, sampah yang dikumpulkan akan disetor bank sampah ke tiga pengepul di dua hingga tiga pengepul di wilayah Bantul.

"Sekali menyetor tiga empat kali panen, mobil baknya sudah penuh langsung dikirim. Kami ke 2-3 pengepul biar harganya kompetitif, tidak dimonopoli," tutur Dyah.

Menurut Dyah, banyak nasabah setia yang sudah bertahun-tahun menabung sampah di sana. Salah satunya bernama Pak Sutris yang rutin menabung sejak 2014.

"Menurut saya karena sudah merasakan manfaatnya makanya bapaknya rajin dan sabar menabung. Sekarang tabungannya sudah Rp 2,5 juta dari sampah dan belum pernah diambil tabungannya," tutur Dyah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement