REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menyampaikan ASEAN dengan negara-negara anggota yang memiliki semangat keagamaan tinggi harus mampu menjadi jangkar perdamaian dunia.
Hal tersebut disampaikan Presiden dalam Forum Dialog Antarbudaya dan Antaragama ASEAN (ASEAN IIDC) 2023 yang digagas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Kementerian Luar Negeri RI di Grand Ballroom Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Senin (7/8/2023).
"ASEAN harus menjadi jangkar perdamaian dunia. Saya yakin masyarakat ASEAN justru memiliki semangat keagamaan yang semakin meningkat," kata Jokowi di Jakarta, Senin.
Presiden mengatakan ASEAN perlu menjadi jangkar perdamaian dunia karena dunia global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Menurut Global Peace Index 2023, konflik global semakin marak. Pada tahun 2008 ada 58 negara terlibat konflik dan saat ini menjadi 91 negara.
Selain itu, kata Presiden, angka kematian akibat konflik global meningkat menjadi 238 ribu jiwa dengan dampak kerugian ekonomi naik 17 persen menjadi 17,5 triliun dolar AS atau setara 13 persen dari GDP global.
Di sisi lain, di bidang keagamaan masyarakat dunia mulai semakin tidak religius. Survei dari IPSOS Global Religion 2023 terhadap 19.731 orang dari 26 negara menunjukkan 29 persen menyatakan mereka agnostik dan atheis.
"Menurut data EU Research Centre atas nama agama dan kepercayaan jumlah kekerasan fisik semakin meningkat," jelasnya
Presiden meyakini para peserta IIDC 2023 memiliki komitmen bahwa bahwa ASEAN harus menjadi teladan toleransi dan persatuan serta jangkar perdamaian dunia.
"ASEAN telah menunjukkan bukti. Negara-negara ASEAN antara lain Indonesia telah berhasil mempertahankan tradisi toleransi yang kuat di tengah keberagaman budaya dan agama. Indonesia mampu terus menjaga kerukunan dan mengelola keragaman etnisitas suku budaya agama dan kepercayaan," ujar Jokowi.
Presiden meyakini masyarakat ASEAN mampu menjadi katalisator perdamaian dunia serta menjadi komunitas peduli dan berbagi yang tidak hanya menjadi Episentrum of Growth tapi menjadi Episentrum of Harmony yang menjaga stabilitas kawasan dan perdamaian dunia.
"Karena itu saya menyambut hangat peran konstruktif pemimpin agama dan budaya di ASEAN. Melalui prakarsa strategis PBNU bersama Kementerian Luar Negeri dalam menggelar Konferensi ASEAN Dialog Antarbudaya dan Antaragana 2023," kata Jokowi.
Dia berharap forum tersebut menghadirkan saling pengertian yang semakin meluas dan bisa menjadi pondasi kokoh dalam membangun ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dan pusat keharmonisan dunia.
"Saya harap forum ini menghadirkan saling pengertian yang semakin meluas, menjadi fondasi kokoh dalam membangun ASEAN sebagai Epicentrum of Growth, Epicentrum of Harmony," tutur Presiden.
Sementara itu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf dalam sambutannya menyampaikan acara ini merupakan kelanjutan dari Forum Religion of Twenty (R20) yang dilaksanakan pada tahun lalu, namun dengan status yang lebih kuat.
Dia menyampaikan tahun ini Indonesia memegang Keketuaan ASEAN 2023, dan menjadi Tuan Rumah KTT ASEAN.
Pihaknya melihat bahwa masyarakat di lingkungan ASEAN dan Indo-Pasifik sesungguhnya telah mewarisi sebuah peradaban yang sama dan menjadi konstituen dari suatu warisan budaya bersama dengan ciri utama nilai-nilai toleransi dan harmoni.
Oleh karena itu, kata Yahya, pihaknya berinisiatif menyelenggarakan Forum IIDC 2023 sebagai semacam inisiasi memulai konsolidasi dari konstituensi peradaban besar yang dapat mendorong tumbuhnya toleransi dan perdamaian yang diharapkan bisa menginspirasi dinamika internasional secara keseluruhan.
"Apabila dalam KTT ASEAN Keketuaan Indonesia mengajukan Tema ASEAN Epicentrum of Growth, kami ingin berkontribusi dengan gagasan yang mudah-mudahan bisa beriringan dan bisa mendukung Tema ASEAN Epicentrum of Growth dengan menjadikan ASEAN Epicentrum of Peace, Tolerance and Harmony," jelasnya.
Acara ini diikuti 200 peserta, termasuk 11 pembicara dalam negeri, 15 pembicara luar negeri, serta 27 delegasi dari negara-negara ASEAN dan negara undangan, seperti Amerika Serikat, Cina, India, dan Jepang.