REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sebuah pengadilan di Prancis menangguhkan larangan kontroversial terhadap pakaian renang burkini di sebuah kota tepi pantai, demikian laporan media setempat. Liga Hak Asasi Manusia (LDH) negara itu telah menggugat keputusan pemerintah kota Frejus yang melarang pakaian renang burkini di pantai-pantai umum.
Pengadilan administratif Toulon menangguhkan keputusan pelarangan tersebut, yang diambil atas inisiatif Walikota Frejus David Rachline, seorang politisi sayap kanan National Rally. Dalam keputusannya, pengadilan mengatakan bahwa larangan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip negara Prancis yang memegang nilai sekularisme.
Menanggapi putusan tersebut, David Rachline, walikota Fréjus - yang terletak di antara Cannes dan Saint-Tropez, menyatakan bahwa keputusan pengadilan yang menangguhkan larangan Burkini tersebut, bertentangan dengan keamanan publik dan juga aturan kebersihan.
Rachline yang berasal dari partai sayap kanan Rassemblement National, menerbitkan larangan pemakaian burkini di ruang publik tepi pantai di kota tersebut pada hari Rabu, 2 Agustus lalu.
Ia menjelaskan bahwa keputusan tersebut dibuat untuk "memastikan keamanan para perenang dan untuk menghindari operasi penjaga pantai yang rumit jika terjadi insiden tenggelam". Dalam sebuah pernyataan, pihak berwenang di Fréjus mengatakan 362 insiden tenggelam (baik yang tidak fatal maupun yang fatal) telah tercatat di Prancis dari 1 Juni hingga 12 Juli 2023.
Burkini - kata yang berasal dari kata 'burqa' (pakaian tertutup yang dikenakan oleh beberapa wanita Muslim) dan 'bikini' - adalah jenis kostum renang yang menutupi seluruh tubuh, termasuk lengan, kaki, dan rambut (tetapi tidak termasuk tangan, kaki, atau wajah). Pakaian ini terkadang dikenakan oleh wanita Muslim yang ingin berenang namun tetap menjaga kesopanan.