Senin 07 Aug 2023 18:59 WIB

Pengamat: Tidak Ada Urgensi Ubah Batas Usia Capres-Cawapres

Pengamat menilai tidak ada urgensi mengubah batas usia capres dan cawapres.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Capres-cawapres (Ilustrasi). Pengamat menilai tidak ada urgensi mengubah batas usia capres dan cawapres.
Foto: Dok Republika.co.id
Capres-cawapres (Ilustrasi). Pengamat menilai tidak ada urgensi mengubah batas usia capres dan cawapres.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gugatan uji materi terkait batas usia capres-cawapres masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Pengamat politik, Ari Nurcahyo menilai, tidak ada urgensi mengubah batas usia capres-cawapres sekarang.

Apalagi, ia menuturkan, muncul usulan mengubah batas usia dari 40 ke 35 saat ramai bursa cawapres dibincangkan publik. Ari mengingatkan, kepala negara bukan cuma mempertimbangkan kemampuan, tapi ada soal kematangan.

Baca Juga

Apalagi, usia 40 tahun dalam UU Pemilu itu lahir dari diskusi panjang, bedah bersama dan kompromi atas kematangan seseorang. Karenanya, Ari mempertanyakan urgensi mengubah batas usia capres-cawapres sekarang.

"Urgensinya apa, untuk apa, untuk siapa," kata Ari, Senin (7/8).

Ia mengingatkan, kita berpolitik dalam rangka bernegara, dalam rangka berkonstitusi. Artinya, mengurus negara bukanlah mengurus perusahaan karena ada kepentingan bersama bangsa, sehingga tidak bisa main-main.

Direktur Eksekutif Para Syndicate itu mengaku tidak mempermasalahkan batas usia. Tapi, waktu uji materi itu dilakukan pada tahun politik dan saat tahapan-tahapan pemilu sudah berlangsung yang menjadi masalah.

Terlebih, MK sendiri sedang terus menuai sorotan, walaupun uji materi merupakan hak warga negara. Sebab, selain tidak ada urgensi, ada marwah MK yang harus dijaga agar MK jangan selalu diseret ke ruang politik.

"MK seperti terus diseret dengan hal-hal yang sifatnya sangat politik," ujar Ari.

Meski begitu, ia mengingatkan, MK memang memiliki hak prerogatif, hak konstitusional melihat dan membuat sumber undang undang. Baik secara formal dan materiil, MK bisa menguji produk UU apakah sesuai konstitusi.

Maka itu, Ari mengajak publik tidak melucuti UU Pemilu atas kepentingan politik. Kita perlu konsisten atas apa yang sudah diputuskan bersama, jangan mencari sesuatu yang tidak perlu dan malah menimbulkan kegaduhan.

"Ini jauh dari visi negara ke depan, jauh dari misi kita bernegara. Kita sibuk dengan hal-hal yang sifatnya transaksional, dengan pasal pasal, seakan begitu, urgensinya apa, tidak ada urgensinya," kata Ari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement